Hidayatullah.com–Dengan air muka sendu, Juniah Binti Sayidun, tenaga kerja wanita asal Indramayu, menceritakan kepedihan yang dialaminya ketika majikannya membuang dia di satu tempat pinggiran Kairo bulan lalu.
“Saya dibuang majikan dengan hanya pakaian melekat di badan,” kata Juniah dalam perbincangan dengan Antara di KBRI Kairo, Rabu (28/03/2012).
Juniah dan sebelas teman senasib kini ditampung sementara di KBRI Kairo untuk menunggu proses pemulangan sebagai warga negara Indonesia terlantar. Mereka termasuk dalam ribuan TKW tanpa jaminan hukum di negara para Faraoh alias Fir’aun itu.
Dalam perbincangan di ruang kerja Kepala Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Kairo, Muhammad Abdullah, itu Juniah dan temannya menuturkan panjang lebar mengenai nasib malang yang dialaminya.
“Sebelum saya dibuang, semua pakaian di badan saya dilucuti oleh majikan wanita untuk memastikan tidak memiliki nomor telepon majikan,” tutur TKW asal Indramayu itu.
Selama bekerja sejak Juni 2011, Juniah belum pernah diberi gaji, sementara pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga sangat berat tidak mengenal waktu.
Protkons Abdullah mengatakan, KBRI kesulitan mengontak majikan Juniah karena tidak memiliki alamat atau nomor telepon.
Juniah salah satu dari ribuan TKW di Mesir yang tidak memiliki jaminan hukum.
“Ketiadaan jaminan hukum itu karena mereka tergolong pekerja ilegal,” kata Abdullah, merujuk pada UU Ketenagakerjaan Mesir Nomor 12/2003 yang melarang pekerja asing informal di sektor domestik, pembantu rumah tangga.
Penyelundupan manusia
Menurut Abdullah, para TKW ilegal itu merupakan korban sindikat penyelundupan manusia (human trafficking) ke Mesir.
Modus operandinya, para TKW itu didatangkan ke Mesir oleh sindikat dan diserahkan kepada majikan tanpa ada surat perjanjian apapun, dan juga tanpa nomor kontak.
“Saya sudah sembilan tahun bekerja tapi tidak pernah diberi gaji, dan saya terpenjara di rumah majikan tanpa bisa mengontak orang Indonesia,” kata Nurlalia Binti Sudimin, yang kini juga ditampung KBRI Kairo.
Nurlaila berada di penampungan KBRI selama sembilan bulan setelah melarikan diri dari majikannya.
Untungnya, KBRI berkerja sama dengan pihak keamanan setempat berhasil melacak alamat majikan Nurlaila sehingga bisa memperoleh hak-haknya, termasuk tiket pulang.
TKW informal yang tercatat di KBRI Kairo pada Februari 2012 sebanyak 1.162, namun diperkirakan jumlah yang tidak terdaftar jauh lebih banyak dari data tersebut, kata Staf Protkons, Ali Andika Wardhana.
Bahkan, Muhammad Haras Baco, WNI yang telah belasan tahun bermukim di Mesir, memperkirakan TKW yang tidak terdaftar di KBRI itu lebih dari 4.000 orang.
Menurut data KBRI, jumlah TKW yang tercatat tersebut, 60 persen didatangkan langsung dari Indonesia, dan 40 persen lainnya masuk ke Mesir melalui Saudi Arabia, Yordania, Suriah, UEA, dan Kuwait.
“Umumnya TKW itu dikirim langsung ke Mesir direkrut dan diberangkatkan oleh perusahaan ilegal dan perorangan secara non-prosedural tanpa dokumen yang dibutuhkan (kontrak kerja, visa kerja, asuransi),” kata Ali Andika.
Permasalahan yang dihadapi TKW ilegal di Mesir adalah gaji tidak dibayar, bekerja tanpa kontrak dan dokumen pendukung seperti visa kerja, jaminan keamanan, di samping mengalami penyiksaan, pelecehan fisik dan verbal, serta bekerja tanpa mengenal waktu.*
Keterangan foto: TKW Indonesia di Mesir/ant