Hidayatullah.com–Pria itu Wali Kota Rotterdam, pelabuhan terbesar Eropa dan salah satu yang tersibuk di dunia. Dia juga seorang muslim keturunan Maroko. Ahmed Aboutaleb mencerminkan kontradiksi imigran Maroko sukses di negeri yang berada dalam cengkeraman politik anti-Islam.
“Sebagai seorang muslim dan anak imigran Maroko, saya senang bisa ambil bagian dalam pemerintahan negeri ini. Saya sangat menghargai kesempatan ini. Saya bangga hal ini bisa terwujud di Belanda. Dan saya bangga orang Belanda mempercayai saya,” demikian Aboutaleb dalam wawancara dengan harian Belanda de Volkskrant.
Masa kecil Aboutaleb dihabiskan di pegununan Rif yang keras di Maroko utara. Di rumah keluarga mereka di desa Beni Sidel, tidak ada listrik dan tidak air bersih. Ketika Ahmed masih anak-anak, ayahnya –seorang imam– berimigrasi ke Belanda untuk mencari pekerjaan dan menafkahi keluarga. Mereka menyusul ayah, ketika Ahmed 15 tahun.
Aboutaleb mengambil studi telekomunikasi di Den Haag. Setelah lulus, dia bekerja sebagai reporter di satu stasiun radio nasional. Di tahun 1998 dia diangkat sebagai direktur institut riset Forum, yang memusatkan perhatian pada isu multikulturalisme di Belanda.
Karir politiknya berawal Januari 2004, ketika Aboutaleb menjadi anggota dewan kota Amsterdam dari Partai Buruh PvdA. Dia terkenal akan upayanya meredam ketegangan etnis menyusul pembunuhan sutradara Theo van Gogh pada November 2004 oleh seorang Islam radikal.
Setelah pembunuhan, Aboutaleb juga menerima sejumlah ancaman akibat kebijakan integrasinya di Amsterdam. Aboutaleb sempat sembunyi dan tidak akan meninggalkan rumah tanpa pengawal. Tapi dia tetap gigih mempertahankan kebijakan integrasinya dan pelan-pelan mulai dikenal di tingkat nasional.
Perlawanan Keras
Transisi Aboutaleb ke tingkat pemerintahan nasional berawal dengan jabatan Wakil Menteri Urusan Sosial dan Tenaga Kerja. Lonjakan karir berikutnya ketika ia diangkat sebagai Wali Kota Rotterdam di tahun 2009. Menurut sistem Belanda, wali kota tidak dipilih, melainkan ditunjuk pemerintah.
Awalnya Aboutaleb mendapat perlawanan keras dari politisi yang diasosiasikan dengan partai anti-Islam PVV. Dia juga dikritik bekas pengikut Pim Fortuyn, seorang politikus populis yang menganut kebijakan anti-imigrasi yang terbunuh tahun 2002. Fortuyn berasal dari Rotterdam.
Tapi pada akhirnya, bahkan para pengkritik Aboutaleb pun menerima pengangkatan dirinya sebagai Wali Kota Rotterdam.
Warga Maroko mengatakan, Aboutaleb benar-benar peduli dengan kebutuhan mereka. Misalnya ketika para pemilik toko mengeluh soal intimidasi dan meningkatnya pencurian, Aboutaleb sendiri turun tangan mengadakan penyelidikan.
Pada generasi muda Rotterdam, Aboutaleb menekankan pentingnya pendidikan sebagai alat pemberantas kejahatan. Sebagai seorang yang menghabiskan masa kecil di desa miskin Maroko dan tumbuh jadi warga Belanda yang punya karier mengagumkan, sosok Aboutaleb sangat pas untuk menginspirasi kawula muda dari keluarga imigran untuk sukses.*