Hidayatullah.com—Tidak ada solusi lain untuk mengakhiri konflik di Suriah, kecuali dengan perlawanan senjata oleh kelompok oposisi. Demikian kata bekas perdana menteri Suriah Riyad Hijab kepada Al Arabiya, Kamis (27/9/2012).
Hijab, perdana menteri yang membelot dari rezim Bashar Al Assad, memperkirakan misi utusan khusus PBB untuk Suriah lakhdar Brahimi akan bernasib sama seperti pendahulunya, Kofi Annan, yang gagal.
“Rezim itu hanya mengulur waktu dan saya mendengar itu dari Bashar [Al Assad],” kata Hijab dalam program acara mingguan Al Arabiya, ‘Studio Beirut’.
Menurutnya, rezim Suriah masih mampu bertahan hanya karena mendapatkan dukungan dari Rusia dan Iran. “Kedua negara itu yang membuat rezim itu bertahan hingga hari ini,” kata Hijab, seraya menambahkan bahwa rezim Assad sedang berada dalam tahap yang terburuk. Rezim Assad runtuh secara moral, material dan ekonomi.
Dalam pertempuran, kata Hijab, rezim Assad mengandalkan sepenuhnya pada kekuatan angkatan udara, sementara pasukan oposisi FSA mengandalkan serangan darat.
“Saat saya bertemua Bashar Al Assad selama beberapa jam, saya menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi di jalanan dan bahwa penggunaan tentara untuk menyelesaikan krisis Suriah adalah cara yang salah. Saya bicara padanya soal korupsi, reformasi dan dialog. Kami juga mendiskusikan pendekatan alternatif lain bagi pemerintah untuk menghentikan pertumpahan darah dan dia setuju dengan hal itu,” cerita Hijab.
Namun hijab kemudian sangat terkejut, karena di parlemen Assad mengatakan dalam pidatonya bahwa apa yang terjadi di Suriah merupakan peperangan.
“Saya sudah meminta Assad agat tidak masuk ke kota saya Deir Ezzor, tapi dia malah membomnya pada hari pembentukan formasi pemerintahan,” kata Hijab.
Menurut Hijab, saudara laki-laki Assad yang bernama Maher merupakan orang yang membuat keputusan, dan sepupunya Rami Makhlouf dan Hafez Makhlouf merupaka para pembantu Assad yang sangat berpengaruh.
Setelah terjadi pemboman atas rakyat yang tidak berdosa di mana-mana, Hijab menegaskan bahwa jalan keluar yang paling baik untuk menyelesaikan konflik adalah dengan dialog, tapi Assad menolaknya, terlebih setelah Aleppo sebagian besar dikuasai oleh pasukan FSA.
Pada wawancara terdahulu tidak lama setelah pembelotannya, Hijab mengatakan bahwa ia tidak tertarik untuk kembali mempimpin pemerintahan di Suriah. Namun, setelah diyakinkan oleh seorang rekannya bahwa peran Hijab mungkin akan membawa angin segar bagi Suriah, maka ia bersedia untuk tetap berkiprah dalam dunia politik Suriah.
“Saya tidak berusaha untuk membentuk sebuah dewan peralihan, melainkan ingin menpersatukan kelompok-kelompok oposisi yang berada di luar negeri. Kami berupaya membentuk sebuah dewan baru yang akan mencakup semua spektrum oposisi guna mewakili Suriah di forum-forum internasional dan mendapatkan legitimasi internasional,” jelas Hijab.
“Tidak ada sejarah bangsa-bangsa yang menderita seperti bangsa Suriah. Tidak ada pemimpim negara di dunia ini yang bertindak seperti Bashar. Saya tidak ragu bahwa Bashar akan menggunakan cara apapun setelah menggunakan berton-ton TNT untuk membunuh rakyatnya,” pungkas Hijab.*