Hidayatullah.com—Kantor perwakilan diplomatik Amerika Serikat di Benghazi, Libya, yang menjadi sasaran bom oleh kelompok perlawanan sehingga menewaskan duta besar Amerika untuk Libya Chris Stevans pada 11 September 2012, sebagian besar terdiri dari agen intelijen AS CIA.
Sebagaimana dikutip AFP (3/11/202) dari The Wall Street Journal (WSJ), disebutkan bahwa 30-an orang yang berada di kantor perwakilan diplomatik Amerika Serikat tersebut merupakan anggota dan bekerja untuk CIA. Hanya 7 orang saja yang bekerja untuk Departemen Luar Negeri.
Sebagaimana diketahui, staf perwakilan diplomatik negara asing seharusnya merupakan orang-orang yang bekerja untuk departemen atau kementerian luar negeri negara bersangkutan.
Dua orang yang tewas dalam kejadian itu, diidentifikasi sebagai tentara bayaran yang bekerja untuk CIA dan bukan Departemen Luar Negeri AS. Mereka adalah mantan anggota pasukan khusus angkatan laut Amerika Navy SEALS Tyron Woods dan Glen Doherty. (Baca berita tentang Glen Doherty pada link berita di bawah).
Tidak seperti kebiasaan yang berlaku, saat mayat kedua orang itu tiba di Amerika Serikat Direktur CIA David Patreaus tidak menghadiri upacara penyambutan keduanya demi untuk menutupi operasi yang CIA lakukan di wilayah timur Libya.
Dilaporkan bahwa puluhan orang anggota CIA dipekerjakan secara rahasia dan ditempatkan di gedung terpisah yang dikenal sebagai“annex”, di mana para pejabat konsulat sudah lebih dulu meninggalkan tempat itu saat serangan bom terjadi.
Operasi CIA di Libya itu dilakukan segera sejak gelombang revolusi yang menggulingkan Muammar Qadhafi terjadi awal Februari 2011.
Menurut laporan WSJ, segera setelah kantor diplomatik Amerika Serikat itu diserang, CIA menugaskan aparat keamanan Libya untuk mendatangi tempat itu guna menghancurkan semua dokumen dan peralatan rahasia yang dipakai untuk menjalankan misi rahasia mereka di Libya.
Misi utama CIA di Libya itu disebutkan untuk mengamankan persenjataan milik Libya agar tidak jatuh ke pihak lain. Baca juga berita sebelumnya Warga AS yang tewas di Libya dalam misi intelijen”.*