Hidayatullah.com–Libya berusaha merevisi undang-undang yang ada untuk membuatnya lebih sesuai dengan hukum atau Syariat Islam, demikian isi sebuah dokumen dari Kementerian Kehakiman.
Teks dokumen itu mengumumkan pembentukan sebuah “komite yang bertugas merevisi Undang-undang yang berlaku saat ini dan mengajukan usulan perubahan atau amandemen yang akan membuat aturan dasar di negara itu tidak bertentangan dengan hukum Islam“.
Dokumen itu menyebut bahwa sebuah komite kuat berisi 16 orang akan dicalonkan oleh Mahkamah Agung dan seorang Mufti atau ahli syariat Islam.
Komite yang akan dipimpin oleh seorang hakim itu, juga akan diisi para profesor dari berbagai universitas Islam, demikian isi dokumen.
Amandemen Undang-undang oleh komite itu akan dipresentasikan di hadapan pimpinan puncak legislatif di Kongres Umum Nasional untuk diadopsi menjadi sebuah undang-undang.
Media Barat menyebut rencana Kementerian Kehakiman itu kelihatannya bertujuan untuk memuaskan tuntutan kelompok ekstrim dan konservatif.
Dikutip DW.WD, Selasa lalu, Ansar al-Sharia, kelompok jihad terkenal Libya, mengatakan hanya hukum Islam yang bisa memperkuat keamanan di negara yang kini semakin kacau, tanpa penegakan hukum tersebut.
Kelompok bersenjata berat tersebut termasuk bagian dari para pemberontak yang berbasis di Benghazi, tempat lahirnya pemberontakan pada tahun 2011.
Hukum Syariat Islam hanyalah salah satu dari sejumlah isu kunci – selain masalah hak perempuan dan kelompok minoritas – yang harus dibahas dalam konstitusi Libya di masa depan.
Kelompok Islam mempunyai akar kuat di Libya, dan para analis percaya bahwa konstitusi baru itu akan sangat kental warna Syariah dan jelas ditujukan untuk memuaskan kelompok garis keras.
Seperti diketahui, Ansar al -Sharia telah disalahkan atas serangkaian aksi mematikan di Benghazi , termasuk serangan pada September 2012 di konsulat AS yang menewaskan Duta Besar AS Chris Stevens dan tiga orang Amerika lainnya. Kelompok ini telah membantah terlibat dalam insiden itu.
Minyak Terbesar
Seperti diketahui, Libya dikenal sebagai Negara yang sangat besar memiliki kandungan minyak, sekitar 46,4 milyar barel. Tentu sangat menggiurkan bagi Eropa dan AS untuk menguasainya.
Produksi minyak Libya sebelum revolusi mencapai 1,7 juta barel setiap hari.
Produksi ini menyuplai 6 % kebutuhan minyak dunia. Dengan kapasitas produksi ini Libya menempati urutan ke 9 negara produsen minyak dunia dan urutan kelima di dunia Arab setelah Arab Saudi, Iran, Iraq, dan Bahrain.
Karena itu, serangan Negara-negara Barat ke Libya tahun 2011 dinilai asebagai usaha Barat melemahkan kekuatan Islam dan menguasai minyak.*