Hidayatullah.com—Di tahun 1954 pendeta Prancis pendiri lembaga amal Emmaus, Abbé Peirre berkata,” Teman-teman, tolong bantu … seorang wanita yang baru saja mati kedinginan. Malam ini seluruh kota di Prancis harus mendengarkan –mereka yang menderita, di manapun kalian berada, yang tak memiliki tempat untuk tidur, tak punya makanan, raihlah asa karena kami mencintaimu.” Namun, 60 tahun setelah pidato itu, masalah tunawisma di Prancis dan Eropa tidak menunjukkan tanda-tanda telah berakhir, bahkan tampak semakin buruk.
Tidak hanya itu, semakin banyak orang di Eropa yang tinggal di rumah yang kondisinya mengenaskan.
Akibat krisis finansial global, jumlah orang yang tinggal di rumah reot, seringkali tanpa pasokan air bersih dan pemanas ruangan, semakin bertambah.
Masalah tunawisma, terutama di Prancis, sangat akut. Dalam satu dekade terakhir jumlah orang yang tinggal di rumah reot naik sampai 50 persen. Artinya, jumlah orang yang berteduh di rumah tidak layak tinggal bertambah 3,5 juta jiwa. Sementara sekitar 150.000 orang lainnya hidup di jalanan, menggelandang.
Masalah itu tidak hanya ada di Prancis. Data terakhir menunjukkan, angka tunawisma di seluruh Eropa telah naik. Kenaikan paling tinggi tercatat di negara-negara anggota Uni Eropa yang tergerus krisis ekonomi dan kota-kota besar seperti London.
Kemiskinan dan pengucilan sosial juga menampakkan tren yang meresahkan di seluruh Uni Eropa. Hampir seperempat populasi blok ekonomi raksasa negara-negara Barat itu hidup dalam kesengsaraan, miskin, lapor Euronews (31/2/2014).
Mungkin yang agak “melegakan” adalah hanya kurang dari 10 persen penduduk yang berada dalam kondisi sangat miskin.
Bagi anak-anak dan wanita di bawah usia 25 tahun, terutama, untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak dan bebas dari jerat kemiskinan sangatlah sulit.
Salah satu faktor yang membuat orang terlempar ke jalanan menjadi tunawisma di penjuru Eropa adalah ketika masa sewa rumah berakhir, mereka tidak dapat menemukan tempat tinggal alternatif yang terjangkau biayanya.
Sekitar 50.000 orang Roma di Prancis, yang sering dianggap sebagai kelompok sampah masyarakat, harus berjuang mati-matian agar bisa memiliki rumah.
Di Yunani, kurangnya lapangan pekerjaan mendorong ribuan orang turun ke jalan.
Pada masa kampanye Presiden Prancis Francois Hollande berjanji akan mengatasi masalah sosial di bidang perumahan sebagai salah satu prioritasnya. Namun, 60 tahun setelah pidato pendeta Abbé Peirre, banyak orang mengatakan pemerintah Prancis belum cukup berupaya keras untuk memenuhi janjinya dan juga mengentaskan orang-orang dari jalanan.
Hollande belakangan justru lebih sibuk mengurusi ranjangnya, mengendap-endap berpindah-pindah antara selimut teman kumpul kebonya Valérie Trierweiler dan selingkuhannya artis Julie Gayet. Ironis.*