Hidayatullah.com—Rencana pemerintah Brunei Darussalam yang akan memberlakukan hukum syariah, rupanya merisaukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Negara-negara Barat.
Mereka menyatakan keputusan pemberlakukan hukum syariah hanya bertentangan dengan hukum internasional.
“Selama bertahun-tahun Brunei tidak pernah memperkenalkan hukuman mati. Ini sangat mengejutkan ketika Sultan kembali memberlakukannya,” kata Emerlynne Gil dari International Commission of Jurists, seperti dilansir The Independent, Selasa (01/04/2014) kemarin.
Sebelumnya, Sebelumnya kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Barat bahwan perwakilan pemerintah Inggris.
Wakil Direktur Human Rights Watch Asia, Phil Roberts, dikutip ABC News menyebut perubahan hukum itu sebagai “penyalahgunaan HAM, menjijikkan dan tidak bisa dibenarkan.”
Sementara itu, Sayeeda Hussain Warsi juga ikut mengecam keputusan Sultan Hasanal Bolkiah ini. Menurutnya, kata ‘Syariah’ hanya membawa tantangan besar dalam kaitannya dengan public relation.
“Kalau Anda bicara syariah, maka pandangan orang sudah langsung tertuju pada potong tangan, memiliki 4 istri dan praktek-praktek tidak biasa, yang mana di dalam dunaia sekarang ini, tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai yang kita hidup dengannya,” ujarnya dalam sebuah acara di Lancaster House dekat Bunckingham Palace sebagaimana dikutip kolomnis Mehdi Hasan di www.huffingtonpost.co.uk.
Sayeeda Hussain Warsi atau Baroness Warsi adalah seorang Muslim Inggris keturunan Pakistan yang dikenal berpikiran liberal.
Di kabinet David Cameron dia sekarang Menteri Urusan Keutuhan Masyarakat. Dengan jabatan itu, dia menjadi muslim pertama dalam kabinet pemerintahan di Eropa.
Bulan Oktober 2013 lalu, Sultan Brunei Darussalam resmi mengumumkan negerinya akan segera menerapkan syariat Islam dan sedang belajar penerapan hukum pidana Islam. Hukum jinayah ini diberlakukan enam bulan sejak diumumkannya. Berarti, bulan April 2014 ini seharusnya sudah mulai dilaksanakan.
Keputusan itu sendiri sebenarnya dibuat sekitar tiga bulan sebelumnya, yakni pada pertengahan Ramadhan 1434 H (Juli 2013), dengan sebutan Bil. 69 Perintah Qanun Hukuman Jinayah Syariah 2013 namun pengumumannya disampaikan Sultan Bolkiah baru Oktober 2013, sekaligus secara resmi mencatatkannya dalam Perlembagaan Negara Brunei Darussalam, Perkara 83 (3).
Qanun ini terdiri atas sejumlah bab dan pasal, dalam dokumen setebal 132 halaman. Isinya mencakup berbagai masalah yang terkena hadd, yaitu hukuman atau siksaan yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam.
Sejauh ini reaksi rakyat Brunei sendiri atas pemberlakukan hukum syariat di negaranya tak menunjukkan penolakan.
“Sebagai umat Islam, kita harus menerimanya sebagaimana kita menerima ibadah shalat, puasa, zakat dan haji,” ujar salah seorang warga Brunei saat ditemui koresponden hidayatullah.com di Brunei belum lama ini.*