MENJELANG pemberlakuan hukum Islam, suasana Brunei nampak berbeda. Sosialisasi penerapan hukum jinayah terjadi di berbagai tempat. Seperti siang itu, saat saya mengikuti shalat Jumat di Masjid Omar Ali Saifuddin.
Masjid Omar Ali Saifuddin, terletak di Bandar Seri Bengawan, Ibu Kota Brunei Darussalam. Dibangun oleh ayahanda Sultan Hassanal Bolkiah sekitar tahun 1958. Masjid ini menjadi landmark Negara Brunei dan diakui sebagai masjid yang terunik Asia Pasifik. Termasuk kubahnya yang dilapisi emas.
Dari atas mimbar sang khatib mengingatkan para jamaah agar tidak terpengaruh dengan hasutan pihak tertentu yang kurang suka Brunei Darussalam melaksanakan hukum acara pidana Syari’ah yang akan diberlakukan mulai 1 April 2014 ini. Menurutnya, belakangan dirasakan banyak beredar hasutan pada generasi muda untuk mempertanyakan bahkan ‘menggagalkan’ pelaksanaan syariat Islam (KUHP Syari’ah) yang telah diumumkan Sultan Brunei Darussalam Hasanal Bolkian pada Oktober 2013 lalu.
Menurut sang khatib, usaha-usaha menggagalkan pelaksanaan syariat Islam dilakukan melalui berbagai saluran media, meliputi; situs-situs blog, jejaring social, termasuk WhatsApp.
“Ini tidak hanya diakses oleh rakyat setempat, bahkan juga pihak luar negeri. Golongan ini juga mencoba menghina raja, menghina para ulama dan menghina hukum syara’. Hal ini dapat dihirup melalui berbagai ungkapan dan tulisan,” ujar khatib yang belum saya ketahui identitas lengkapnya ini.
Materi khutbah yang disampaikan khatib diduga merespons dari titah Sultan Hassanal Bolkiah ketika perayaan kemerdekaan Brunei ke 30 pada 23 Februari 2014 lalu, setelah mendengar suara-suara sumbang mempertanyakan pelaksanaan hukum hudud di negara yang berpenduduk 400 ribu ini. Hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah Subhanahu Wata’ala sesuai perintah dalam Al-Quran dan Hadits yang meliputi hukum atas kasus perzinahan, minum Miras (minuman keras), mencuri, murtad (orang yang keluar dari agama Islam), merampok (hirabah), mengambil harta atau membunuh atau menakutkan dengan cara kekerasan, bughat, aksi melawan pemerintah yang syah.
Hanya untuk umat Islam
Enam bulan lalu, pemerintah Brunei melalui titah Sultan Hassanal Bolkiah telah memperkenalkan hukuman Islam termasuk merajamseorang penzina, sekaligus menjadikan Brunei menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara pertama yang menerapkan hukum Islam di tingkat nasional. Hukuman ini, diumumkan akan diberlakukan secara bertahap, dan hanya diberlakukan kepada umat Islam saja.
Dalam sebuah kesempatan, sultan menyampaikan, perintah penerapan hukum Islam ini semata-mata melaksakan perintah Allah.
“Sejauh ini, tanggung jawab kita di hadapan Allah telah tertunai, ” demikian titah sultan dalam satu pernyataan.
Bagaimana reaksi penerapan hukum Islam ini di mata masyarakat?
Sejauh ini rakyat Brunei mendukung dilaksanakan hukum syariat di negaranya.
“Sebagai umat Islam, kita harus menerimanya sebagaimana kita menerima ibadah shalat, puasa, zakat dan haji,” ujar salah seorang warga Brunei yang saya temui dan mengekspresikan kata – kata itu secara spontan.

Meski penerapan hukum Islam ini baru dimulai bulan April, nampaknya mulai berpengaruh pada dampak kejahatan. Beberapa kali saya tinggalkan laptop di dalam mobil yang berada di areal parkir. Entah, saya tidak merasa cemas apalagi was-was akan kehilangan laptop.
Saat berada di Dewan Pusat Konferensi Internasional Brunei (ICC) beberapa kali saya mendengar pengumuman kehilangan.
“Siapa kehilangan dompet silahkan datang menemui secretariat,” demikian suara dari loud-speaker. Beberapa dompet berisi uang yang ditemukan di tempat umum dikembalikan kepada yang berhak. Itulah Negara Brunei Darussalam hari ini.
Berbeda dengan negeriku. Logam penutup selokan saja bisa dicuri orang. Meninggalkan barang-barang berharga dalam mobil, ibarat mengundang penjahat untuk mencuri. Pencurian, penipuan, pemerkosaan dan perampokan yang mencederai bahkan memubuh korban, sudah menjadi ‘hiburan’ televisi.*/Rossem, koresponden hidayatullah.com tinggal di Malaysia. Penulis baru saja mengunjungi Brunei Darussalam