Hidayatullah.com—Di tengah kesulitan keuangan negara, para pejabat politik di Tunisia mengumumkan bahwa mereka bersedia dipangkas gaji bulanannya, setelah sebelumnya presiden menyatakan hal yang sama. Tetapi sebagian rakyat menilai pemotongannya terlalu sedikit dan terlambat.
“Saya memutuskan untuk mengurangi gaji resmi presiden dua pertiga dan saya memerintahkan agar pengeluaran keperesidenan dikurangi sebanyak mungkin semampu kita,” kata Presiden Moncef Marzouki pada hari Jumat pekan lalu (18/4/2014).
Sebagaimana dilansir AFP, Marzouki mengatakan dia akan memotong gajinya sendiri karena Tunisia menghadapi “krisis keuangan dan ekonomi.”
Jurubicara kepresidenan Adnane Mansar mengatakan, gaji kotor Mazouki sebagai presiden setiap bulannya 30.000 dinar atau sekitar US$19.000 ($1 saat ini kurang lebih Rp12.000).
Pada Senin (21/4/2014), Ahmad Ibrahim menjadi anggota Majelis Konstituante Nasional terkini yang menyarankan agar gaji rekan-rekannya dikurangi.
“Hari ini, majelis harus memutuskan untuk mengurangi gaji bulanan anggotanya sedikitnya sepertiga. Kita harus menjadi contoh,” kata Ibrahim dalam pertemuan majelis hari Senin kemarin.
Nadia Chaabane anggota majelis konstituante dari Partai Al-Massar mengatakan, gaji anggota di lembaganya perbulan 2.300 dinar (US$1.400).
Namun, meskipun presiden mengaku pengurangan gaji itu disebabkan karena krisis ekonomi dan keuangan, sebagian warga di ibukota Tunis mengaku tidak terkesan dengan pernyataan Presiden Marzouki atau pun Ibrahim dari Majelis Konstituante.
“Seorang anggota majelis dibayar 4.000 atau 5.000 dinar perbulan, itu terlalu banyak. Apa saja yang dilakukannya? Memangnya dia mengerjakan apa?” kata Mohsen Ouni, 56, kepada Tunisia Live (24/4/2014). “Ini tidak sama dengan orang seperti saya yang bangun pukul 3 pagi dan ketika saya berhasil mengumpulkan 20 dinar dari berjualan di pasar, saya lantas pulang ke rumah dengan sangat bahagia.”
“Anda seorang presiden. Sepuluh ribu dinar terlalu banyak. Bahkan 6.000 juga kebanyakan,” imbuh Ouni.
Bagi Bilal Arfaoui, 36, masalahnya bukan sekedar gaji Majelis Konstituante. Pembentukan majelis itu sendiri sudah salah sejak awal.
“Masalah terbesar Tunisia adalah membentuk majelis konstituante. Anggota-anggota majelis konstituante seharusnya tidak ada sejak awal. Apa yang mereka hasilkan? Sebuah konstitusi?” kata Arfaoui. “Seharusnya kita memanggil empat orang tua seperti {Mostapha] Filali, dan mereka akan bisa menuliskan konstituante hanya dalam waktu dua bulan, dengan biaya irit.”
Pernyataan Monchef dan Ibrahim yang mengaku bersedia dipotong gajinya tidak luput dari pengamatan kartunis politik.
Salah seorang kartunis Tunisia hari Selasa kemarin menampilkan kartun berisi sindiran, berupa dialog antara seorang anggota majelis konstituante dengan seorang pria. Kartun itu diberi judul “Ahmad Ibrahim menyarankan gaji anggota konstituante diturunkan.” Seorang pria bertanya kepada anggota konstituante, “Akankah anda menurunkan gaji Anda wahai Pak Anggota Majelis?” Anggota majelis menjawab, “Pergi sana! Semoga Tuhan menolongmu.” Ungkapan itu biasa dipakai untuk menolak permintaan pengemis di jalan.
Dalam kartun lainnya, Hatem Belhaj menyindir, “Presiden menurunkan gajinya, yang akan menaikkan popularitasnya.”
Tunisa dilanda krisis ekonomi berkepanjangan sementara angka pengangguran sangat tinggi. Rakyat yang gerah dengan pemerintahan presiden Zine El Abidine Ben Ali, yang puluhan tahun hidup mewah bersama keluarganya sementara rakyat menderita, akhirnya bangkit melakukan perlawan pada Januari 2011 untuk menuntutnya mundur.
Perlawanan rakyat Tunisia yang dinamai Revolusi Melati dan kemudian menular ke negara tetangga sebagai Arab Spring, dipicu oleh aksi bakar diri seorang pedagang kaki lima di depan kantor pemerintah di kota Sidi Bouzid. Pedagang sayur dan buah Muhammad Bouazizi, 26, yang menghidupi banyak anggota keluarga dari gerobak sayurnya itu frustasi, karena aparat kerap mengusik dan menyita barang dagangannya. Selain diharuskan menebus gerobak, dia juga dipermalukan petugas.
Tiga tahun revolusi berlalu, kondisi perekonomian Tunisia masih belum kunjung membaik.
Hari Jumat pekan lalu, Bank Dunia menyetujui pinjaman sebesar US$100 juta untuk membantu usaha kecil dan menengah. Terdapat 624.000 usaha kecil dan menengah di Tunisia dengan jumlah pekerja sekitar 1,2 juta, atau sekitar 44% dari tenaga kerja yang mampu diserap sektor swasta formal.
Sebelumnya pada Januari, Dana Moneter Internasional (IMF) mengucurkan dana lebih dari US$500 juta, bagian dari US$1,76 pinjaman untuk Tunisia.*