Hidayatullah.com–Ketika novelis Patrick Modiano awal Oktober lalu diumumkan sebagai pemenang Nobel bidang sastra, Menteri Kebudayaan Fleur Pellerin mengatakan bahwa hal itu menunjukkan “pengaruh dan vitalitas kesustraan Prancis di mata dunia.”
Namun, dalam wawancara dengan Canal+ hari Ahad (1/11/2014), Pallerin harus mengakui bahwa dia tidak pernah membaca satupun buku dari penulis Prancis tersebut.
“Saya tidak punya waktu untuk membaca apapun dalam dua tahun terakhir, kecuali catatan-catatan dalam jumlah yang sangat banyak, teks legislatif dan kawat berita,” ujarnya dikutip France24.
Tidak banyak orang di luar Prancis yang pernah mendengar nama Modiano ketika dia mendapatkan anugerah tersebut.
Tetapi di Prancis, menteri kebudayaan diharapkan menjadi suar dari pencapaian bidang kebudayaan negeri itu.
Dan bagi kebanyakan orang, sama sekali tidak mengetahui karya-karya sastra terkemuka peraih penghargaan merupakan dosa yang tidak termaafkan.
Penulis Tahar Ben Jelloun, juri penghargaan sastra bergengsi Goncourt di Prancis, kepada Radio France Inter mengatakan kurangnya pengetahuan Pellerin akan hasil karya sastrawan Prancis itu “memalukan”.
Menulis di Huffington Post, komentator Claude Askolovitch mengatakan kegagalan Pellerin dalam mengikuti perkembangan pencapaian sastra negaranya merupakan tindakan “barbar” dan dia menuntut wanita itu mundur dari jabatan menteri.
Lebih mengesalkan lagi, kata Askolovitch, wanita itu bahkan tidak sedikitpun berusaha untuk berpura-pura mengenal atau tertarik dengan karya Modiano.
“Dia sedikitpun tidak tertarik dengan Modiano.”
“Dia tidak mau bersusah payah untuk melihat satu buku saja, atau satu kalimat singkat, agar kelihatan dia mengetahui tentangnya (Modiano). Dia bahkan tidak mau berpura-pura [mengenalnya].”
Namun, ada yang justru menghargai kejujuran dan keterusterangan Pellerin, wanita kelahiran Seoul, yang ketika masih bayi diterlantarkan di jalanan negeri gingseng sebelum akhirnya diadopsi sebuah keluarga Prancis.
“Kita harus menyambut baik keterusterangannya kepada kita bahwa jadwalnya sebagai menteri nyaris tidak menyisakan tempat tenang yang dibutuhkannya untuk menikmati kegiatan membaca,” tulis situs berita Lepoint.fr dalam editorialnya.*