Hidayatullah.com—Dewan Syura Arab Saudi telah menolak usulan dari salah satu anggotanya, Said Al-Syeikh, yang meminta agar universitas-universitas asing diizinkan membuka cabangnya di Arab Saudi, karena khawatir akan merusak tradisi budaya setempat dan pemisahaan antara lak-laki dan perempuan.
Dilansir Arab News Kamis (21/5/2015), penolakan Dewan Syura itu juga didasarkan pada kenyataan bahwa keberadaan cabang universitas-universitas asing di negara-negara tetangga tidak mampu menghasilkan alih teknologi dan menghadirkan profesor-profesor terbaik di bidangnya.
Menurut Dewan Syura, tidak perlu perguruan-perguruan tinggi asing membuka cabang di Kerajaan, sebab Program Beasiswa Penjaga Dua Masjid Suci sudah menunjukkan keberhasilannya. Progam beasiswa itu memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi warganegara Arab Saudi untuk melanjutkan pendidikan tinggi di berbagai universitas di luar negeri, termasuk di Amerika Serikat dan Eropa.
Anggota Dewan Syura Ibrahim Abu Abah mengatakan usulan tersebut tidak diperlukan sebab 40 universitas milik pemerintah dan swasta yang ada masih mampu menyerap lulusan sekolah menengah atas yang ingin melanjutkan pendidikannya.
Pangeran Khalid Al-Saud berpendapat, jika cabang universitas asing diizinkan beroperasi di Kerajaan, maka lingkungan kampus yang bercampur-baur antara laki-laki dan perempuan akan terbentuk.
Namun, menurut anggota Dewan Fatma Al-Qarni, penolakan usulan itu justru merupakan keanehan. Pasalnya, tidak sedikit mahasiswa yang belajar di luar negeri justru mengalami “kejutan budaya” sekembalinya mereka ke tanah air. Selain itu, banyak mahasiswa Saudi yang ingin menjadi dosen terpaksa harus melanjutkan pendidikan di luar negeri, termasuk Nahed Al-Zaid yang tewas dibunuh saat belajar di luar negeri agar bisa menjadi asisten dosen.
Saat ini hanya Universitas Raja Abdulaziz yang boleh menyelenggarakan program pendidikan untuk asisten dosen dan dosen di Arab Saudi.*