Hidayatullah.com—Intelijen Australia akan berusaha melakukan verifikasi atas laporan kematian dua orang pria warga Australia di Mosul, wilyah Iraq yang dikuasai kelompok bersenjata ISIS/ISIL, kata Menteri Luar Negeri Julie Bishop.
Khaled Sharrouf dan Mohamed Ekomar berangkat ke Timur Tengah untuk bergabung dengan ISIS, dan dalam foto yang diunggah ke media sosial pernah berpose menenteng kepala orang Suriah yang dipenggal.
Kematian mereka pertama kali dikabarkan oleh Australian Broadcasting Corporation (ABC) Senin malam (22/6/2015), lansir Aljazeera.
Hari Selasa Bishop mengatakan kabar kematian itu memunculkan kemungkinan akan repatriasi anak-anak Sharrouf ke Australia.
Koran-koran dari kelompok media Fairfax melaporkan bulan lalu bahwa keluarga dari Tara Nettleton –istri Sharrouf yang merupakan seorang mualaf– berupaya untuk membawa pulang tiga putra Sharrouf yang masih kecil dan dua putri remajanya dari Suriah ke rumah mereka di Sydney.
Putra Sharrouf yang berusia 7 tahun pernah membuat masyarakat dunia tercengang dan merinding melihat fotonya ketika sedang menenteng kepala seorang pria Suriah yang dipenggal.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry ketika itu mengatakan bahwa itu merupakan “satu dari foto-foto paling meresahkan, membuat perut mual, dan paling mengerikan yang pernah ditampakkan.”
Bishop mengatakan kematian Sharrouf harus diverifikasi terlebih dahulu sebelum Australia mempertimbangkan untuk merepatriasi keluarganya.
“Kami memahami bahwa ada anggota-anggota keluarganya di Suriah atau Iraq dan laporan ini harus diverifikasi, baru kemudian kami akan mencoba untuk emngontak mereka,” kata Bishop kepada ABC.
Meskipun demikian, pemerintah tidak menjamin mereka pasti bisa dipulangkan ke Australia.
“Hal itu akan sangat tergantung pada keadaan dan masukan yang diterima dari badan-badan intelijen kami saat itu,” kata Bishop.
Sharrouf yang dilahirkan di Sydney juga tercatat sebagai warganegara Libanon. Kasusnya menjadi dasar pengajuan rancangan undang-undang baru ke parlemen pada hari Rabu ini, yang isinya memungkinkan pemerintah untuk mecabut status kewarganegaraan para tersangka “teroris” yang memiliki kewarganegaraan ganda.
Undang-undang itu akan otomatis mencabut kewarganegaraan Australia dari orang-orang yang terbukti bersalah melakukan tindak terorisme, atau tersangka pelaku tindakan yang berkaitan dengan terorisme.
Pemerintah Australia bahkan sudah meloloskan undang-undang baru yang menjadikan kunjungan ke Mosul atau ke Provinsi Raqqa –yang merupakan basis kekuatan ISIS– sebagai tindakan kriminal.
Pemerintah memperkirakan setengah dari 120 warganegara Australia yang melakukan perjalanan ke Iraq atau Suriah untuk bergabung dengan ISIS/ISIL adalah pemilik kewarganegaraan ganda.*