Hidayatullah.com—Ada dugaan intelijen Israel berada di balik serangkaian pembunuhan ahli nuklir Iran. Pejabat di Tel Aviv tidak menyangkal apa pun. Bahkan, para jenderal militer Israel lebih hawkish, menyerukan serangan udara terhadap Iran.
“Israel tidak akan menanggapi,” kata Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak, awal pekan ini, ketika ditanya apakah negaranya terlibat dalam pembunuhan para ilmuwan nuklir Iran.
Kata-kata Barak tidak terdengar seperti penyangkalan, dan senyum di wajahnya mengatakan, Israel tidak terlalu terganggu dengan kecurigaan bahwa pihaknya bertanggung jawab atas serangkaian pembunuhan terhadap fisikawan yang terlibat dalam program nuklir Iran.
Ada sedikit keraguan dalam dunia gelap intelijen, bahwa Israel berada di balik pembunuhan Darioush Rezaei.
“Itu tindakan serius pertama yang diambil Kepala Mossad baru Tamir Pardo,” kata seorang sumber intelijen Israel kepada Der Spiegel, Senin (8/8).
Pada 23 Juli, Rezaei menjadi korban terbaru dalam serangkaian serangan misterius selama 20 bulan terakhir terhadap para fisikawan elit Iran.
Rezaei, 35 tahun, meninggal setelah ditembak di tenggorokan di depan putrinya di timur Teheran. Pers Iran melaporkan kedua pelaku melarikan diri dengan sepeda motor.
Rezaei adalah fisikawan nuklir ketiga Iran yang harus membayar proyek nuklir negara Persia itu dengan nyawanya sejak awal 2010.
Pada Januari 2010, fisikawan nuklir Masoud Ali Mohammadi tewas ketika sebuah bom yang dilekatkan pada sepeda motor di samping mobilnya, diledakkan dari jarak jauh.
Pada 29 November 2010, dua pelaku melakukan dua serangan, yang melibatkan alat peledak yang dipasang ke sepeda motor, ke arah mobil korban mereka. Majid Shahriari, profesor fisika nuklir khusus dalam bidang transportasi neutron, tewas ketika mobilnya meledak. Istrinya terluka parah dalam serangan itu.
Fereidoun Abbasi menjadi sasaran dalam serangan simultan. Abbasi, ahli dalam pemisahan isotop nuklir, melihat sepeda motor yang mencurigakan. Ia dan istrinya melompat keluar dari mobil. Mereka berdua terluka dalam ledakan itu. Setelah Abbasi pulih, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menunjuk dia sebagai salah satu wakil presiden Iran serta kepala Organisasi Energi Atom Iran.
Iran mencurigai “segitiga kejahatan,” yang terdiri dari AS, Israel, dan kaki tangan mereka, berada di balik serangan, menurut sumber di Teheran.
Washington membantah bertanggung jawab.
“Kami tidak terlibat,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS saat menanggapi kematian Rezaei.
Namun anehnya, Israel memilih kebijakan diam yang penuh misteri.
Menurut sumber intelijen Israel, pembunuhan itu merupakan bagian dari kampanye sabotase, atau setidaknya untuk memperlambat perkembangan program nuklir Iran.
Kampanye diduga juga melibatkan taktik lain. Serangan cyber dengan menggunakan virus komputer Stuxnet, yang melumpuhkan sebagian besar program nuklir Iran pada musim panas 2010. Hal itu juga konon merupakan bagian dari kampanye rahasia Israel terhadap Iran.
Para ahli Mossad hingga kini mampu meyakinkan para pengambil kebijakan di Tel Aviv, bahwa proyek nuklir Iran dapat diperlambat melalui serangan terhadap fasilitas utama nuklir.
Namun, tidak jelas sampai kapan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan terus mengikuti nasehat ini. Politisi di Tel Aviv tahu betul bahwa Mossad juga memiliki kepentingan sendiri ketika ia berargumen bahwa para agen intelijen harus memainkan peran utama dalam melawan Iran.
“Selama memimpin perang melawan Iran, maka Mossad akan mendapatkan anggaran yang besar,” kata sumber intelijen itu.
Apakah akan ada serangan terbuka terhadap fasilitas nuklir Iran di masa depan, semua itu akan bergantung pada siapakah yang akan memenangkan pertarungan kekuasaan internal, militer atau intelijen, kata sumber itu.
“Sama seperti yang lain, ini soal prestise.”*
Keterangan foto: Pemakaman Darioush Rezaei pada 24 Juli.