Hidayatullah.com—Sebuah pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri yang dirilis hari Jumat (23/10/2015) menyebutkan bahwa pengusaha terkemuka, yang juga salah satu tokoh Al-Ikhwan Al-Muslimun, bernama Hassan Malek telah ditangkap aparat pada hari Kamis. Malek ditangkap karena berencana untuk “menyelundupkan uang asing ke luar negeri dalam upaya merusak perekonomian Mesir.”
Menurut pernyataan itu, Malek dan empat anggota Al-Ikhwan lainnya ditangkap setelah Badan Keamanan Nasional menerima informasi bahwa kelompok itu berusaha merusak perekonomian Mesir dengan cara “mengumpulkan mata uang asing yang beredar di pasaran” untuk “menggoyang harga dolar Amerika Serikat” di Mesir.
Kelima orang tersebut dituding menggunakan perusahaan-perusahaan money changer (penukaran mata uang) yang berafiliasi dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk menyelundupkan uang, terutama mata uang asing, ke luar negeri.
Mesir saat ini sedang mengalami krisis mata uang yang menurut banyak pakar ekonomi diakibatkan karena mata uang negara itu, pound, yang overvalued.
Overvalued pada mata uang suatu negara berarti mata uang itu terlalu tinggi bagi perekonomian negara bersangkutan. Itu berarti ekspor barang ke luar negeri akan lebih mahal dan impor lebih murah. Keadaan ini akan mendorong pengeluaran negara dihabiskan untuk impor. Jika ekspor lebih sedikit dan impor lebih banyak, yang terjadi adalah negara mengalami kekurangan pemasukan dan lebih banyak pengeluaran, sehingga anggaran negara menjadi defisit.
Hassan Malek ditangkap di rumahnya di Pemukiman Kelima Kairo Baru pada Kamis malam (22/10/2015) setelah pihak kejaksaan mengeluarkan surat perintah penangkapan atas dirinya, kata Kementerian Dalam Negeri dalam pernyataannya seperti dikutip Ahram Online.
Seluruh aset Malek telah dibekukan sejak September 2014, ketika Pengadilan Pidana Kairo Utara mengukuhkan keputusan kejaksaan umum untuk membekukan aset-aset para pemimpin dan tokoh-tokoh Al-Ikhwan.
Sejak tahun 1990-an, Hassan Malek dianggap sebagai salah satu pengusaha Al-Ikhwan Al-Muslimun yang paling sukses, bersama dengan rekan bisnisnya sesama petinggi Al-Ikhwan yang saat ini dipenjara, Khairat El-Shater.
Bidang perdagangan dan industri yang digeluti Malek termasuk pembuatan tekstil, suplai alat-alat kelistrikan, serta furnitur.
Setelah Muhammad Mursi dilengserkan dari kursi kepresidenan pada Juli 2013, tidak seperti tokoh-tokoh Al-Ikhwan lainnya, Malek tidak ikut diciduk aparat. Dia tidak dikenai jerat hukum apapun. Sejak itu pula Malek berusaha untuk tidak menarik perhatian publik.
Namun demikian, putra Malek yang bernama Umar, bulan April lalu divonis hukuman mati dalam sejumlah dakwaan, termasuk pembentukan “ruang operasi” di kamp pengunjuk rasa pendukung Mursi di kawasan Rabaa Al-Adawiya tahun 2013.
Pada bulan Nopember 2013, pemerintah Mesir menyatakan Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagai sebuah organisasi teroris.*