Hidayatullah.com—Pemerintah Malaysia membebaskan 11 tahanan Muslim etnis Uighur yang melarikan diri dari Pusat Penahanan di Thailand selatan tahun lalu.
“Mereka tidak melakukan kesalahan di sini, jadi mereka dibebaskan,” ujar Perdana Menteri Mahathir Mohamad sebagaimana dikutip Reuters, Senin (15/10/2018).
Ini adalah pernyataan pertama dari pejabat Malaysia terkait pembebasan yang dilaporkan sudah dilakukan sejak pekan lalu, dengan mengabaikan tekanan pemerintah Komunis China.
Reuters, mengutip para pengacara, melaporkan pekan lalu bahwa Malaysia menolak permintaan China agar menyerahkan 11 tahanan ke Beijing.
Baca: Mahathir Ingin ‘Tembok Besar Kuantan China Dihancurkan
Langkah Malaysia kemungkinan akan membuat hubungan bilateral dengan China semakin tegang. Sebelum ini, Dr Mahathir membatalkan proyek senilai lebih dari US $ 20 miliar (senilai US $ 27 miliar) dengan perusahaan China.
Malaysia memutuskan untuk memulangkan kesebelas orang itu ke Turki karena mereka mengaku sebagai warga negara pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan tersebut.
Kesebelas Muslim Uighur itu adalah bagian dari 200 orang yang ditahan ketika masuk ke Thailand pada 2014 lalu.
Meski kebanyakan dari mereka mengaku sebagai warga Turki, sekitar 100 orang di antaranya dipaksa kembali ke China pada 2015, memicu kecaman internasional karena pemerintahan Beijing dianggap represif terhadap Uighur.
Jaksa Malaysia telah menarik dakwaan terhadap mereka atas dasar kemanusiaan, menurut pengacara yang mewakili Muslim Uighur.
Reuters melaporkan pada Februari Malaysia berada di bawah tekanan besar dari Beijing yang menyerukan 11 tahanan untuk diekstradisi ke China. Beberapa delegasi Barat telah mencoba membujuk Malaysia untuk tidak memenuhi permintaan China, yang banyak menganiaya etnis Muslim Uighur.
Baca: Memetakan Kamp Penahanan Xinjiang China bagi Muslim Uyghur dan Kazakh
Beijing menuduh separatis dari minoritas Uighur mencoba melancarkan serangan terhadap mayoritas di wilayah Xinjiang barat dan beberapa tempat lain.
China dituduh menyalahgunakan hak-haknya di Xinjiang, menyiksa tahanan Uighur dan melakukan kontrol ketat atas agama dan budaya mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, ratusan, dan mungkin ribuan, etnis Uighur melarikan diri melalui Asia Tenggara ke Turki.
Anwar Ibrahim, baru-baru ini menyerukan pembicaraan formal dengan China mengenai penindasan terhadap minoritas Muslim. Anwar mengatakan pemerintah mengangkat masalah dengan Beijing, yang melihat Uighur sebagai masalah internal. Dia juga mengkritik pemerintah negara-negara Muslim yang diam atas diskriminasi China terhadap etnis Uighur.
“Mereka takut. Tidak ada yang mau mengatakan apa-apa,” katanya Anwar dikutip AsiaNews.*