Hidayatullah.com—Komandan-komandan senior ISIS telah pindah ke Libya dari Iraq dan Suriah berlum lama ini, kata seorang pejabat tinggi intelijen Libya.
Kepada BBC dalam program Newsnight hari Rabu (3/2/2016), pejabat intelijen itu mengatakan bahwa belakangan ini jumlah pelaga (fighters) asing yang tiba di kota Sirte bertambah.
Hari Selasa Perwakilan dari 23 negara bertemu di Roma untuk mendiskusikan peningkatan ancaman ISIS di Libya.
ISIS mengambil alih Sirte, kampung halaman mantan pemimpin Libya Muammar Qadhafi, tahun lalu.
Konflik di antara dua kubu pemerintahan Libya mengesampingkan upaya melawan ISIS, yang diyakini mendapatkan dukungan dari loyalis Qadhafi.
Ismail Shukri, kepala intelijen di kota Misrata, kepada Newsnight mengatakan banyak pelaga asing berdatangan ke Libya beberapa bulan terakhir.
“Mayoritas [palaga ISIS di Sirte] adalah orang asing, sekitar 70%. Kebanyakan dari mereka adalah orang Tunisia, diikuti Mesir, Sudan, dan sejumlah orang Aljazair,” kata Shukri.
“Selain itu ada orang-orang Iraq dan Suriah. Kebanyakan orang Iraq itu berasal dari tentara Saddam Hussein yang dinyatakan terlarang.”
Menurut Shukri, komandan-komandan senior ISIS alias IS alias ISIL mencari perlindungan di Libya, karenaterdesak oleha serangan udara yang di Iraq dan Suriah.
“Sebagian anggota mereka, khususnya yang sejak lama memiliki posisi penting di IS, mencari perlindungan di sini. Mereka memandang Libya sebagai tempat aman.”
Pihak berwenang di Sirte mengatakan mereka sedang mempersiapkan serangan untuk melawan ISIS di daerahnya.
Namun di kota Abugrein, 120 km selatan Misrata, BBC tidak melihat banyak bukti adanya konfrontasi.
Abugrein merupakan batas akhir pertahanan ISIS. Di luar itu, ISIS mengendalikan daerah timur.
Komandan-Komandan di Abugrein mengatakan kepada Newsnight pasukannya, yang loyal kepada pemerintahan di Tripoli, berjumlah 1.400 personel. Jumlah itu kurang dari setengah perkiraan jumlah pasukan ISIS.
Mohammed Al-Bayoudi, komandan Batalion 166, mengakui hal itu. Dia mengatakan tanpa bantuan internasional mereka tidak akan dapat mengalahkan ISIS.
“Tentu saja kami akan menyambut dukungan dari NATO. Namun, serangan udara saja tidak dapat mengalahkan IS. Yang benar-benar dibutuhkan tentara adalah dukungan logistik,” kata Al-Bayoudi.
Amerika Serikat mengakui pihaknya telah mengirimkan sejumlah kecil pasukan khusus sedikitnya satu kali beberapa pekan terakhir.
Kelompok pasukan serupa dari negara-negara anggota NATO lainnya juga diketahui sedang menggali kemungkinan menggalang kerjasama dengan militan lokal yang bersedia bersekutu dengan mereka untuk melawan ISIS.
Akan tetapi, para pelaga di Abugrein mengatakan mereka tidak menginginkan kehadiran tentara asing di medan tempur.
“Kami rakyat Libya yang akan bertempur. Pasukan asing tidak diperlukan,” kata Al-Bayoudi.
Sementara itu, usulan pasukan latih pimpinan Italia berkekuatan 6.000 personel militer dari anggota-anggota NATO, termasuk Inggris dan Prancis, belum mendapatkan persetujuan.
Kendala utamanya adalah tidak adanya konsensus dari dua parlemen pemerintah Libya yang saling berseteru. Sebagaimana diketahui saat ini di Libya terdapat dua pemerintahan, satu yang berpusat di ibukota Tripoli (islamis) dan satu di Tobruk (mayoritas sekularis dan mendapat pengakuan internasional).*