Hidayatullah.com—Pemerintahan Kamboja menargetkan untuk memancing lebih banyak wisatawan Muslim ke negara itu dengan membuat sertifikat halal resmi dari restoran-restoran dan perusahaan penghasil makanan.
Saat ini tidak ada standar halal Kamboja yang diakui secara internasional, membuat warga Muslim lokal dan wisatawan merasa kecewa atas kurangnya transparansi bagi produk-produk makanan.
Meskipun sertifikat yang diakui di tingkat nasional dapat diberikan, kebanyakan Muslim bergantung kepada rasa percaya bahwa daging yang dijual sudah disembelih dan dimasak sesuai ketentuan dalam Islam.
“Ada banyak pengunjung yang keliru tentang restoran-restoran halal. Beberapa restoran menempatkan logo halal, tapi makanannya tidak halal,” kata Mao Hasan dari CamTours, sebuah lembaga yang menyediakan tur khusus bagi Muslim dikutip laman channelnewsasia.com, hari Senin (26/11/2016).
Dia mengatakan pengalaman liburan agak sulit bagi para pengunjung Muslim ketika mencari makanan atau tempat shalat – di negara di mana kurang dua persen penduduknya menganut agama Islam.
Karena kebingungan itu – dan juga kemungkinan adanya peluang-peluang perdagangan dan investasi – pemerintah Kamboja mencari bantuan dan dukungan teknis dari pakar Malaysia berhubung praktek-praktek halal yang standar.
Proses pertama itu mungkin selesai pada pertengahan 2017, menurut seorang juru bicara Departemen Bisnis, Soeung Sophary.
“Ketika praktek-praktek halal diatur dan dikendalikan dengan baik, ia akan akan mendukung dan memanfaatkan industri pariwisata,” katanya.
Pelancong Muslim
Sebuah komite khusus juga didirikan, termasuk para pejabat dari 12 kementerian dan Dewan Juri, untuk mengawasi proses tersebut.
Komite itu didirikan setelah SLN Meat Supplies menjadi eksportir pertama daging halal di negara itu.
Perusahaan itu menyembelih sapi-sapi Australia dan dilaporkan berniat menembus pasar multi juta dolar di Malaysia dan Timur Tengah.
Saat ini jumlah wisatawan dari negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam adalah kecil tetapi semakin bertambah.
Sampai bulan September tahun ini, lebih dari 100.000 wisatawan dari Malaysia mengunjungi Kamboja, naik 2,9 persen pada 2015, sedangkan 20.000 wisatawan dari Indonesia.
Jumlah wisatawan dari Timur Tengah, termasuk Yordania, Suriah dan Yaman, semakin cepat meningkat. Namun sektor itu masih kecil – hanya sekitar 4.000 pengunjung negara-negara Muslim dari wilayah tersebut yang sudah mengunjungi Kamboja pada 2016.
Di bagian utara Phnom Penh, yaitu tempat tinggal banyak masyarakat Muslim Cham, industri menjual daging adalah menguntungkan.
Ly Ah Shi menjual sekitar 70 kilogram daging halal setiap hari di tokonya di sebuah pasar kecil di Russey Keo.
Dia menjual daging kepada para pembeli lokal dan restoran-restoran kota dan mengatakan, bagi masyarakat Muslim, ia agak sulit untuk memastikan daging yang dibeli disediakan dengan benar.
“Jika Anda cerewet, Anda akan menemukan itu agak sulit untuk mendapatkan daging yang benar-benar halal. Jika Anda tidak keberatan, itu mudah,” kata dia dikutip CNA.
“Jika mereka memandang serius status (halal), mereka tidak akan mengambil risiko.”
Menurut Ly Ah Shi, ia yakin dengan para penyedia daging yang dijualnya tetapi mengatakan sertifikat halal akan dapat membantu mengontrol industri itu dengan lebih baik.
Pendapat para penjual daging di daerah itu – yang kebanyakan penjual kecil-kecilan dan tidak berniat mengekspor produk tersebut – bercampur-baur tentang perlunya mematuhi standar internasional.
Minim Dukungan Pemerintah, Belgia dan Jepang Siap Rebut Pasar Pariwisata Halal
Penghasil sosis Ly Romeh menggambarkan perbuatan menipu orang lain tentang status halal makanan sebagai “berdosa”, dan mengatakan bagi dirinya mengendalikan bisnis sendiri sudah memadai.
Bagi Muslim Kamboja, keluar makan di restoran-restoran terus menjadi tantangan, tetapi tidak semua pelanggan yang yakin dengan sertifikat halal dan lebih suka mengenali pemilik restoran.
“Saya tidak khawatir apakah itu halal atau tidak karena cefnya sendiri seorang Muslim. Ketika kami mengetahui tukang masaknya seorang Muslim, kami tidak perlu bertanya lagi,” kata Un Maly, pelanggan yang menikmati makanan di sebuah restoran Halal Restaurant di tengah Phnom Penh.
“Ok saja, tidak perlu sertifikat halal karena kami percaya dengan koki Muslim. Mengapa kami butuhkan tanda (halal),” kata salah seorang pelanggan Ly Amin.
Pemerintah Kamboja ingin mempromosikan pariwisata dengan menciptakan pengalaman liburan yang mudah bagi pengunjung beragama Islam.
CEF di Halal Restaurant – Mat Say Nin – mengatakan kebanyakan pelanggannya datang dari luar negeri, oleh sebab itu sertifikat halal mungkin akan membantu namun tidak diperlukan bagi bisnisnya.
“Ini tidak begitu penting karena saya sendiri seorang Muslim. Orang tahu saya bisa memasak makanan halal. Saya sudah lama melakukannya. Pelanggan tetap datang,” kata dia.*