Hidayatullah.com—Sekitar 2.000 orang ambil bagian dalam aksi protes menentang penyerahan Katedral St. Isaac kepada Gereja Orthodoks Rusia. Para demonstran takut gereja bersejarah itu tidak akan lagi difungsikan sebagai museum publik, yang populer sebagai tempat wisata.
“Hampir 2.000 orang ikut serta dalam aksi protes di Marsovo Polye. Tidak ada insiden yang dilaporkan dalam aksi itu sejauh ini,” kata seorang kata juru bicara untuk Kementerian Dalam Negeri daerah St. Petersburg dan Leningrad, seperti dilansir RT dari kantor berita TASS hari Ahad (29/1/2017).
Unjuk rasa itu tidak sepenuhnya mematuhi aturan, sebab tempat tersebut sebelumnya sudah dipesan untuk aksi lain. Namun, penyelenggara protes mengatakan bahwa aksi menentang penyerahan katedral itu dilakukan menurut format yang legal untuk bertemu dengan anggota dewan legislatif setempat.
“Tuhan tidak membutuhkan realestat,” bunyi salah satu tulisan yang diusung peserta protes. Para aktivis juga membagikan balon bertuliskan, “Tidak ROC [Gereja Orthodoks Rusia].”
Sebagian orang tampak mengenakan pita berwarna biru sebagai simbol ketidaksetujuan mereka dengan keputusan pemerintah daerah St. Petersburg.
Sementara itu, beberapa puluh orang muncul melakukan aksi tandingan, memberikan dukungan kepada Gereja Orthodoks Rusia.
Keputusan untuk menyerahkan Katedral St. Isaac kepada ROC diumumkan awal Januari lalu. Hal itu kemudian menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat Rusia dan menyulut perdebatan panas. Aksi unjuk rasa menentang keputusan itu pernah dilakukan pada 13 Januari lalu, tetapi diikuti oleh beberapa ratus orang saja.
Katedral St. Isaac, yang ditetapkan sebagai salah satu situs yang dilindungi UNESCO dan menjadi bagian penting sejarah St. Petersburg, sudah difungsikan sebagai museum publik dari tahun 1931.
Lebih dari 200.000 orang menandatangani petisi online menentang penyerahan bangunan itu ke ROC. Sejumlah alasan dikemukakan oleh mereka antara lain; soal tanggung jawab perawatan gedung yang pastinya membutuhkan biaya besar, nasib barang-barang yang dipamerkan di sana, termasuk sebuah pendulum langka Foucault. Mereka juga takut museum itu, yang didatangi sampai 3 juta wisatawan pertahun, akan kehilangan fungsinya sebagai tempat umum, karena pembatasan-pembatasan yang diberlakukan Gereja Orthodoks Rusia.
Namun, pejabat-pejabat ROC mengatakan bahwa pihaknya tidak hanya akan tetap memfungsikan katedral itu sebagai museum, bahkan meningkatkannya. Katedral tersebut sebenarnya pernah diminta untuk dipindahtangankan pada 2015, tetapi permintaan itu ditolak oleh pemerintah St. Petersburg.
Katedral St. Isaac didirikan pada tahun 1818 atas perintah Tsar Alexander I untuk menggantikan katedral lama yang kurang menarik bentuknya. Arsitek kelahiran Prancis Auguste de Montferrand mengawasi pembangunannya, yang berlangsung selama 40 tahun dan memakan biaya amat mencengangkan 23.000.000 rubel perak.
Sumber pemasukan
Bangunan gereja, katedral dan sejenisnya yang memiliki nilai sejarah tinggi amat berarti keberadaannya bagi operasional aktivitas lembaga kerohanian Kristen secara keseluruhan, sebab menjadi sumber utama pendapatan Gereja.
Sebagaimana diketahui Tahta Suci Vatikan, yang merupakan otoritas tertinggi Katolik Roma, memiliki kekayaan begitu besar -bahkan diyakini melebihi kekayaan sejumlah negara lain- dari hasil penjualan tiket dan donasi orang yang mengunjungi kompleks Basilika Santo Petrus (St. Peter’s Basilica).
⇒Vatikan Terlibat Pencucian Uang, Kartu Kredit Dilarang
⇒Direktur dan Wakil Bank Vatikan Mundur akibat Skandal
⇒Menyusul Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Bank Vatikan Tutup Ribuan Rekening
Begitu besarnya uang dari hasil penjualan tiket ke wisatawan itu, Vatikan kemudian mengelolanya lebih lanjut lewat Istituto per le Opere di Religione (IOR), nama resmi dari bank milik Tahta Suci Vatikan yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Institute for the Works of Religion (Institut Bagi Karya-Karya Rohani) atau lebih populer dengan sebutan Bank Vatikan. Uang itu diinvestasikan di berbagai bidang, yang kemudian dipergunakan untuk membayar gaji dan aktivitas seluruh rohaniwan gereja dan jemaatnya di seantero dunia.*