Hidayatullah.com—Pemerintah negara bagian Bavaria, Jerman, telah menyetujui rancangan undang-undang baru yang melarang penggunaan jenis pakaian wanita Muslim tertentu di tempat-tempat umum. Keputusan itu diambil di tengah upaya politisi konservatif Jerman untuk merebut kembali suara pemilih dari partai anti-imigrasi AfD.
Dilansir Deutsche Welle, negara bagian di selatan Jerman, Bavaria, hari Selasa malam (21/2/2017) mengumumkan telah menyetujui larangan cadar di tempat-tempat publik tertentu. Wanita yang mengenakan niqab atau Burqa menghambat komunikasi dan membahayakan keselamatan publik, kata Menteri Dalam Negeri Bavaria Jaochim Hermann usai rapat kabinet.
“Komunikasi timbal-balik terjadi tidak hanya lewat kata-kata, tetapi juga melakui pandangan, ekspresi dan gestur,” kata Hermann kepada para wartawan. “Itu membentuk pondasi dari hubungan interpersonal kita dan menjadi basis masyarakat dan kebebasan, serta demokrasi kita.”
Menurut RUU baru itu cadar dilarang di tempat pelayanan publik, universitas, sekolah, taman kanak-kanak, dalam bidang keamanan dan ketertiban publik, serta saat digelar pemilihan (umum).
Saat ini pemerintahan Bavaria dikuasai politisi konservatif dari Uni Sosial Kristen (CSU), saudaranya Partai Kristen Demokrat (CDU) kendaraan politik Kanselir Angela Merkel. CSU memegang mayoritas absolut di parlemen Bavaria, yang kata Hermann diharapkan akan meloloskan RUU itu sebelum reses musim panas.
Politisi-politisi konservatif harus bergerak cepat. Pasalnya, Jerman harus bersiap untuk pemilu federal bulan September. Ada kekhawatiran mereka akan kehilangan suara dan kalah dari partai rasis anti-imigran AfD, terlebih kebijakan-kebijakan Kanselir Merkel belakangan menjadikan CDU kurang dilirik publik.
Kanselir Merkel pada bulan Desember 2016 menunjukkan dukungannya terhadap larangan cadar, dengan mengatakan bahwa larangan itu bisa diberlakukan di mana saja sepanjang secara legal memungkinkan.
Namun, banyak juga pihak yang mengkritik larangan itu tidak hanya bertentangan dengan kebebasan beragama, tetapi juga dieksploitasi untuk tujuan politik yaitu menarik dukungan pemilik suara.*