Hidayatullah.com—“Aparat Pemerintah ibaratnya pemegang pisau, kami yang memegang ujungnya, sedang mereka memutar pisau ke arah manapun, kamilah yang kesakitan,” demikian pernyataan Mangoni Hama, keluarga korban penembakan aparat Thailand dengan alasan memberantas terorisme baru-baru ini.
Perkataan di atas sepertinya metafora yang timbul dari dalam lubuk hati Mangoni Hama, yang anaknya Ismail Hama (28), telah dicurigai oleh pemerintah Thailand dan akhirnya dibunuh aparat di daerah Resak provinsi Narathiwat, hari Rabu (29/03/2017) pekan lalu.
Tragedi seperti ini diterangai sering terjadi kepada penduduk masyarakat Patani umumnya. Korban kali ini adalah Ismail Hama (28 tahun) dan Aseng Useng (30 tahun).
Peristiwa pembunuhan yang dilakukan aparat negara kedua orang yang dicurigai ini telah menjadi kisah propaganda pemerintah dalam publik.
Baca: Bangkit Melawan Lupa: Negeri Melayu Patani Dibawah Jajahan Thailand
Sebelum ini, Direktur Komando Operasi Keamanan Internal Negara atau Internal Security Operations Command memberikan pernyataan kepada publik bahwa kedua korban ini melibatkan dengan peristiwa tembakan terhadap wakil kepala desa di daerah Resak hingga menimbulkan 4 orang meninggal pada tanggal (02/03/2017).
Dalam kasus penembakan aparat ini dikabarkan korban telah lama dikuntit. Saat itu, kedu korban yang mengendarai mobil dalam kawasan daerah Resak.
Aparat beralasan, menembak kedua korban dalam sebuah pertempuran hingga semua terbunuh.
Namun salah satu saki, anak usia 15 tahun yang merupakan adik Ismail Hama yang ikut bersama dalam rombongan itu, menolak pernyataan aparat adanya pertempuran. Dalam wawancaranya dengan media lokal, Wartani News, remaja yang tak mau disebut namanya ini mengungkapkan bahwa peristiwa penembakan terjadinya itu bukanlah kondisi pertempuran antara kakaknya dan aparat. Sebab kakaknya tak melawan.
Ayah Ismail, Mangoni, memberikan pernyataan kepada media IsraNew bahwa dia tidak percaya kata anaknya menjadi teroris sebagaimana cap yang diberikan aparat. Ayahnya juga mengaku heran kenapa dalam tas anaknya tiba-tiba ada senjata.
Mangoni, mendesak kepada semua pihak (termasuk wartawan) untuk memperbaiki berita karena anaknya bukan teroris. Selain itu, selama ini juga tidak pernah ada surat perintah penangkapan terhadap Ismail dari pihak pemerintah.
Ismail, hampir menyelesaikan studinya dari Indonesia dan sehari-hari bekerja sebagai guru dan mengajar di sebuah sekolah.
Sedang putrinya selamat daripada peristiwa ini, sekarang dalam kondisi depresi tidak mau berbicara sama siapa pun dan sebelumnya ini juga telah didatangi wartawan untuk wawancaranya nampak sangat tegang, bahkan banyak menangis.
Keluarga Ismail saat ini menolak untuk berbicara sama saja.*/Kiriman Abu Muhammad Faton, Patani