Hidayatullah.com–Mesir telah memblokir semua situs Daily Sabah dan halaman web dari beberapa kantor berita lain yang berbasis di Turki pada Ahad, memperluas pemblokiran media yang diawali pada bulan lalu.
Berdasarkan situs berita Mesir, Mada Masr, jumlah situs yang diblokir di Mesir saat ini telah mencapai 54 termasuk pemblokiran terakhir. Daftar itu sekarang termasuk halaman web Daily Sabah berbahasa Inggris, Arab dan Jerman serta Turk Press, Arab Turkey, Akhbar Turkiya dan Akhbar al-Alam.
Asosiasi Kebebasan Berfikir dan Berekspresi (AFTE) yang berbasis di Kairo mengonfirmasi bahwa akses ke situs-situs tersebut telah diblokir tetapi belum bisa menentukan kapan pemblokiran itu akan diterapkan.
Mesir memblokir akses ke sejumlah situs berita pada Mei termasuk Aljazeera, Huffington Post berbahasa Arab dan Al-Borsa, sebuah surat kabar keuangan populer yang secara umum menghindari wacana politik dan cenderung mencerminkan pandangan dari masyarakat bisnis pro-negara. Pemerintah juga memblokir Daily News Mesir berbahasa Inggris dan Mada Masr.
Baca: Isolasi Qatar Tak Sesaikan Krisis, Erdogan Desak Negara Teluk Cabut Embargo
Pihak keamanan Mesir mengklaim bahwa situs-situs tersebut diblokir karena diduga memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin atau menerima dana dari Qatar, namun, beberapa situs tidak berhubungan dengan Ikhwan atau Qatar dan melakukan sebuah kebijakan editorial independen.
Langkah baru itu mengesankan upaya yang lebih besar untuk mengontrol liputan media swasta di negara itu, bersama Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab, mengenai pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar minggu ini karena tuduhan bahwa negara kecil di Teluk tersebut mendukung terorisme.
Penahanan tiga jurnalis Aljazeera, termasuk seorang kebangsaan Kanada dan seorang Australia, diantara tahun 2013 dan 2015 memicu protes internasional.
Timothy Kaldas, seorang anggota Institut Tahrir untuk Kebijakan Timur Tengah yang bermarkas di Washington, mengatakan tindakan keras terbaru pada media tampaknya ditujukan untuk membatasi ketidakpuasan di Mesir dan diberlakukan tanpa takut adanya konsekuensi.
“Semakin banyak orang frustasi di Mesir secara umum. Jadi mereka ingin menghentikan informasi penting yang dapat meningkatkan rasa frustasi itu,” katanya dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
Baca: Serangan Hacker Kantor Berita Qatar Dinilai Awal Mula Krisis Diplomasi
Sebuah UUD anti-terorisme, diadopsi pada Agustus 2015, menetapkan hukuman keras bagi mereka yang mempublikasikan “informasi palsu” mengenai serangan di Mesir yang berbeda dari laporan resmi kementrian pertahanan negara, mendapat kecaman dari kelompok-kelompok HAM.
Sejak digulingkan dan ditahannya Mursi, otoritas Mesir telah melancarkan tindakan keras pada Ikhwanul Muslimin. Mursi, bersama 105 terdakwa lain, dijatuhi hukuman seumur hidup karena menjadi mata-mata negara asing dan dijatuhi hukuman mati karena melarikan diri pada insiden di tahun 2011 yang menggulingkan mantan presiden otokratik Husni Mubarak, yang berkuasa di Mesir selama 30 tahun.
Mesir, bersama Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab, memutuskan hubungan dengan Qatar minggu ini karena tuduhan bahwa negara itu mendukung terorisme. Arab Saudi juga menutup perbatasan daratnya dengan Qatar, yang secara geografis mengisolasi negara kecil itu.
Pada index kebebasan pers tahun 2017 yang dipublikaskan oleh badan pengawasan Reporters Without Borders (RSF), Mesir berada di ranking 161 dari 180 negara.*/Nashirul Haq AR