Hidayatullah.com–Rekomendasi polisi Filipina mengeluarkan kartu identitas khusus untuk ribuan Muslim di sini untuk mengontrol terorisme, memicu kontroversi di negara berpenduduk mayoritas Katolik itu.
Namun, tindakan itu ditentang oleh kelompok hak asasi manusia (HAM).
Human Rights Watch (HRM) menyebut tindakan itu melanggar hak asasi manusia bagi Muslim untuk mendapatkan perlindungan yang sama dengan penduduk lainnya.
“Meminta kartu identitas khusus untuk menanggapi kegagalan Muslim mencegah kelompok Islamis masuk Marawi adalah hukuman kolektif,” kata kelompok yang bermarkas di New York.
Baca: Derita Berkelanjutan Umat Islam Marawi Pasca Darurat Militer Filipina
Gubernur Daerah Otonomi Muslim Mindanau (ARMM) Mujiv Hataman menggambarkan langkah itu bersifat diskriminatif dan merupakan “preseden berbahaya”.
Aaron Aquino, aparat polisi di Luzon Tengah dengan sekitar 25.000 penduduk Muslim seperti dikutip BBC mengatakan, kartu identitas khusus itu diklaim untuk mendata dan mengusir individu yang terkait dengan terorisme.
Aquino mengatakan, sistem yang sama telah diterapkan di Kota Paniqui dan akan “direplikasikan dalam kalangan Muslim lainnya di seluruh daerah sehingga kita dengan mudah dan efisien dapat mengidentifikasi saudara-saudara Muslim kita,” tulis laman cnnphilippines.com.
Langkah menentang terorisme adalah tindak lanjut penaklukan kota Malawi oleh faksi militan Maute yang meluncurkan serangan sejak 23 Mei.
Dalam dua bulan terakhir, tentara Filipina menggempur Kota Marawi setelah kelompok Maute mengambil alih kota di selatan Filipina itu.
Presiden Rodgrigo Duterte menyatakan hukum darurat di Mindanao dan meminta maaf setelah menyalahkan penduduk Marawi yang menurut beliau mengizinkan para simpatisan Maute masuk ke kota itu, menurut BBC.
Ada kekhawatiran, sistem kartu identitas khusus itu akan memperburuk keadaan dan dapat “memicu kemarahan anak-anak muda Muslim yang menjadi target rekrut kelompok ekstrem”.*