Hidayatullah.com–Gereja Reformed Walloon St Agustine di kota Magdeburg, Jerman terpaksa mengijinkan jemaatnya ibadah dengan twitteran.
Fenomena ini terjadi setelah banyak jemaatnya menurun akhir-akhir ini. Karena itu pihak gereja membuat kebijakan membuat ibadah setiap Jumat malam.
Di ibadah inilah para jemaat diajak mengundang orang-orang datang ke gereja mereka lewat media sosial Twitter. Ada sekitar 40 jemaat yang datang dan mereka pun dibebaskan untuk mengetikkan pesan ceramah, doa yang mereka dapat di malam itu di Twitter.
Pendeta Ralf Peter Reimann bilang kalau kebijakan ini masih diuji coba untuk meningkatkan minat orang-orang untuk datang ke gereja. Mereka optimis kalau sosial media bisa jadi cara untuk mempertahankan anggota dan mendatangkan orang-orang baru.
“Ada banyak orang-orang yang online. Kami mau mengikutsertakan orang-orang ini dan menawarkan untuk berpartisipasi (meningkatkan jemaat gereja) dengan cara yang mereka suka,” ucap pendeta Reimann.
Pendeta Ralf Peter Reimann dari Gereja Reformed Walloon di St. Augustine di Magdeburg, Jerman, percaya bahwa media sosial bisa menjadi media yang sangat baik untuk menyebarkan doa.
Baca: Karena Sepi, Pemerintah Denmark Akan Jual Sebagaian Gereja
Dia menjelaskan kalau Luther sendiri pernah menyampaikan soal imamat atau panggilan orang-orang percaya yaitu untuk menginjil dan memberitakan skabar keselamatan. Jadi, alih-alih hal itu hanya dilakukan oleh pendeta gereja tapi alangkah baiknya kalau melibatkan jemaat gereja untuk bisa berbagi dengan orang lain.
Uji coba sosial media ini pun ternyata mengundang animo yang baik dari jemaat. Meskipun tidak bisa dimungkiri jika sebagian jemaat yang sudah berusia merasa sulit untuk melakukan aktivitas online itu.
Terkait penurunan jumlah jemaat gereja di Jerman memang jadi berita yang mengejutkan banyak orang. Karena penurunannya pun terbilang drastis sejak tahun 2016. Angka yang baru-baru ini dicatat menunjukkan kalau jumlah Kristen Protestan di Jerman menurun sebesar 1.6 persen dari tahun-tahun sebelumnya.
Koran berita Jerman, Die Zeit sendiri menerbitkan kalau demografi jadi faktor penurunan terbesar jemaat gereja. Tahun 2016 saja, sekitar 340.000 penginjil meninggal dunia dan hanya 180.000 orang yang dibaptis. Di tahun yang sama, sekitar 190.000 jemaat meninggalkan gereja dan hanya ada 25.000 pendatang baru.
Gereja Katolik di Jerman juga mengalami kondisi yang sama. Konferensi uskup Jerman di Bonn mengaku kalau mereka kehilangan sebanyak 162.093 anggotanya di tahun 2016 lalu. Penurunan ini mereak rasakan jauh lebih rendah dibanding dengan jumlah jemaat yang keluar dari gereja sebanyak 181.925 orang pada tahun 2015 lalu.
Baca: Tak Terganggu Acara Umat Islam, FPI Payungi Pengantin Kristen
Secara global, penurunan jemaat gereja memang sudah terjadi cukup lama di negara-negara Eropa.
Tidak cuma bicara soal demografi, tapi penurunan ini bisa saja karena gereja memang nggak lagi jadi tempat yang nyaman atau menarik bagi orang-orang Kristen di sana.
Sementara itu, pada tahun 2013, penelitian menunjukkan 20 persen orang Amerika mengaku menggunakan telepon di gereja. Saya menduga, setidaknya sebagian dari mereka tidak menggunakan telepon tersebut untuk tujuan yang sepenuhnya saleh, ujar Peter Reimann dikutip NPR.
Karena itulah, dengan fenomena ini gereja-gereja bisa mengevaluasi diri dan mulai berpikir untuk membuat sebuah gebrakan baru yang relevan dengan kebutuhan orang-orang Kristen saat ini.*