Hidayatullah.com—Pemerintah Iraq berencana untuk menguasai wilayah perbatan Kurdistan, kata Kementerian Pertahanan Iraq.
Aljazeera melaporkan bahwa langkah untuk merebut perbatasan merupakan tanggapan terhadap referendum Kurdi pada hari Senin yang mengakibatkan pemisahan wilayah Kurdistan dari Iraq.
Setelah pemungutan suara, Iraq, Iran dan Turki menuntut Pemerintah Daerah Kurdi (KRG) di Iraq utara untuk menyerahkan kontrol atas persimpangan perbatasannya dengan Turki, Iran dan Suriah.
Pemerintah Iraq, yang didukung oleh Ankara dan Teheran, sebelumnya telah menuntut pimpinan Kurdi untuk membatalkan referendum atau menghadapi isolasi internasional dan mungkin intervensi militer.
Namun, seorang pejabat Kurdi mengatakan bahwa KRG, enggan melepaskan perbatasannya.
Televisi pemerintah Iraq mengatakan bahwa delegasi militer Iraq telah mengunjungi wilayah Kurdistan Iran.
Pasukan militer Iraq juga ditempatkan di perbatasan Turki sebagai bagian dari pelatihan gabungan dengan tentara Turki.
Blokade Udara
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Daerah Kurdi (KRG) di utara Iraq mendapat tekanan dunia setelah melakukan referendum hari Senin (25/09/2017), dengan perolehan 92,73% suara memilih ‘Ya’, yang menunjukkan warga Kurdi Iraq lebih memilih merdeka dari Baghdad.
Meski referendum bersifat tidak mengikat, Baghdad menyebut jajak pendapat itu ilegal dan mengambil respons agresif dengan menyerukan penangguhan penerbangan internasional ke bandara di wilayah Kurdi, Erbil, dan Sulaymaniya.
Baghdad juga akan meminta negara-negara tetangga untuk menutup perbatasan dengan wilayah Kurdi di Iraq jika KRG tidak menyerahkan pos-pos perbatasan ke pemerintah pusat paling lambat Jumat (29/09/2017) lalu.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Jumat malam, KRG menggambarkan embargo tersebut sebagai “hukuman kolektif”, memperingatkan bahwa hal itu akan mengalihkan perhatian dari perang melawan Daesh.
Larangan tersebut “akan menghambat kunjungan pasien dan orang-orang yang terluka dalam perang melawan Daesh untuk perawatan medis di luar negeri,” kata juru bicara KRG Safin Dizayi dikutip TRT.
Referendum Senin di Iraq utara yang didudung Israel ini menghadapi perlawanan tajam dari sebagian besar dari dalam negeri maupun internasional, yang banyak di antaranya telah memperingatkan bahwa jajak pendapat tersebut akan semakin mengguncang Timur Tengah.
Hari Jumat (29/09/2017), Maskapai Timur Tengah (MEA) yang dimiliki Libanon menyatakan akan menunda penerbangan ke dan dari Bandara Erbil di utara Iraq.
“Untuk saat ini, kami setop. Penerbangan terakhir ialah pada 29 September, sampai mereka menyelesaikan masalah ini,” ujar Ketua MEA Mohammad al-Hout hari Rabu (27/09/2017).
Baca: Erdogan Ancam Beri Sanksi Ekonomi Menyeluruh pada Kurdi Iraq
Selain MEA, maskapai penerbangan dari Turki, yang memiliki populasi Kurdi signifikan, serta Mesir dan Yordania mengatakan mereka akan menghentikan penerbangan ke wilayah Kurdi pekan ini sampai pemberitahuan lebih lanjut dari Baghdad
Selain MEA, EgyptAir (Mesir) dan Royal Jordanian (Yordania) tak lagi terbang ke Irbil atau Suleimaniyah. “FlyDubai baru akan menyetop penerbangan ke dua bandara tersebut mulai Sabtu,” demikian rilis resmi maskapai penerbangan murah asal Dubai, Uni Emirat Arab.
Sebelum ini enam negara akan melakukan isolasi pada Kurdistan dari udara sebagai akibat dari referendum. Mereka adalah Iraq, Turki, Iran, Yordania, Memsir, Libanon dan Uni Emirat Arab (UEA).*