Hidayatullah.com—Laporan Panel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dirilis hari Kamis (26/10/2017), mengatakan, pasukan Rezim Presiden Bashar al-Assad bertanggung jawab atas serangan gas sarin yang mematikan di kota Khan Sheikhun yang membunuh sekurang-kurangnya 80 orang, demikian dikutip AFP.
Panel Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) mengatakan dalam sebuah laporan yang ditunggu-tunggu bahwa gas sarin dikirim melalui sebuah bom udara yang dijatuhkan oleh sebuah pesawat terbang.
“Panel yakin bahwa Republik Arab Suriah bertanggung jawab atas pelepasan gas sarin di Khan Sheikhun pada tanggal 4 April 2017,” kata laporan rahasia tersebut kepada Dewan Keamanan PBB seperti dikutip dari Telegraph, Jumat (27/10/2017).
Lebih dari 87 orang tewas dalam serangan gas syaraf ke kota di provinsi Idlib, Suriah barat laut itu.
Baca: Rezim Suriah Terbukti Gunakan Gas Terlarang Sarin di Khan Sheikhoun
Gambar mengerikan segera tersebar setelah serangan tersebut dan menimbulkan kemarahan global. Serangan ini mendorong Amerika Serikat (AS) untuk menembakkan rudal jelajah ke sebuah pangkalan udara Suriah dimana Barat mengatakan bahwa serangan tersebut diluncurkan.
Panel tersebut juga menemukan bahwa militan Islam menggunakan gas mustard dalam serangan ke kota Um Hosh di wilayah utara Aleppo pada bulan September 2016.
Sekutu Suriah, Rusia, berpendapat bahwa serangan sarin kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah bom yang diluncurkan langsung di lapangan, bukan oleh serangan udara Suriah seperti yang dituduhkan oleh Barat.
Laporan tersebut dikeluarkan dua hari setelah Rusia memveto resolusi rancangan AS yang akan memperpanjang satu tahun penyelidikan terhadap siapa yang berada di balik serangan senjata kimia di Suriah.
Rusia mengatakan ingin mempelajari laporan oleh panel yang dikenal sebagai Joint Investigative Mechanism (JIM) sebelum memutuskan perpanjangan.
Baca: Pengamat Senjata Kimia Dikirim ke Turki Kumpulkan Sampel Dugaan Penggunaan Gas Sarin Rezim Bashar
Duta Besar AS, Nikki Haley, menyambut baik temuan tersebut dan mengatakan bahwa Dewan Keamanan harus mengirimkan sebuah pesan yang jelas bahwa penggunaan senjata kimia tidak akan ditolerir.
“Mengabaikan bukti yang sangat banyak dalam kasus ini menunjukkan ketidakpedulian yang disengaja untuk norma internasional yang disepakati secara luas,” kata Haley dalam sebuah pernyataan.
“Dewan Keamanan harus mengirim pesan yang jelas bahwa penggunaan senjata kimia oleh siapapun tidak akan ditolerir, dan harus sepenuhnya mendukung pekerjaan penyidik.
Sarin adalah senyawa organosphosphorus tidak berwarna dan tidak berbau yang sering dipakai sebagai racun syaraf.
Korban yang menghirup Sarin ini bakal lumpuh, kemudian mati dalam waktu 1-10 menit.
Amerika Serikat (AS) bereaksi sehari setelah serangan itu, dengan meluncurkan misil untuk menghancurkan pangkalan udara Shayrat, yang diduga menyimpan gas Sarin.
Laporan mengenai pengunaan senjata kimia oleh pihak rezim mulai sejak kejadian 21 Agustus 2013 di wilayah Ghouta, Damaskus yang menewaskan 1.400 jiwa dan melukai lebih dari 10.000 penduduk lainnya.
Menurut lembaga HAM Syrian Human Rights Network pada Agustus 2017, rezim Bashar al Assad meluncurkan serangan senjata kimia setidaknya 174 kali sejak September 2013, kutip Anadolu.
Meski Rezim Suriah membantahnya, Komisi Penyelidikan PBB (COI) di Suriah telah mengumpulkan bukti. Kesimpulan itu didapat setelah COI melihat sisa bom, citra satelit, maupun keterangan para saksi.*