Hidayatullah.com—Wilayah Prancis di Pasifik, Kaledonia Baru, akan menggelar referendum kemerdekaan tahun depan, berdasarkan kesepakatan yang dicapai dengan pemerintah Prancis.
Dilansir BBC, para pemimpin Kaledonia Baru menggelar pertemuan 9 jam dengan menteri-menteri Prancis di Paris pada hari Kamis (2/11/2017). Kesepakatan politik di antara mereka membuka jalan untuk kemerdekaan Kaledonia Baru.
November 2018 ditetapkan menjadi batas akhir waktu penyelenggaran referendum. Kaledonia Baru, yang terletak di sebelah timur Benua Australia, memiliki sekitar 275.000 penduduk.
Pada tahun 1980-an, terjadi bentrokan-bentrokan antara pasukan Prancis dengan orang pribumi dari suku Kanak. Puncak dari konflik itu adalah ketika separatis Kanak menyandera sekelompok anggota gendarmerie Prancis di dalam sebuah gua. Serangan yang dilancarkan pasukan Prancis merenggut nyawa 19 orang Kanak dan dua tentara Prancis.
Noumea Accord 1998 menyebutkan perihal dekolonisasi Pranics atas Kaledonia Baru, dengan referendum paling lambat digelar tahun 2018. Orang Kanak mencakup 45% dari populasi.
Jika hasil referendum menunjukkan mayoritas penduduk ingin memisahkan diri dari Prancis, maka Kaledonia Baru menjadi teritori Prancis pertama yang melepaskan diri dari kolonisasi sejak Djibouti (1977) dan Vanuatu (1980) merdeka.
Ketika baru menjabat bulan Mei lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa dia berharap Kaledonia Baru tetap akan menjadi bagian dari teritori Prancis. Pasalnya, “kehadiran Prancis diperlukan untuk menjaga perdamaian dan pembangunan” di sana. Dia beralasan, Kaledonia Baru berjibaku dengan masalah pengangguran yang tinggi, pendidikan yang gagal, kecanduan minuman beralkohol, serta tindak kriminal pemuda.*