Hidayatullah.com—Tokoh-tokoh senior partai oposisi FDP, Hijau dan Kiri hari Ahad (7/1/208) menuntut agar legislator mengganti undang-undang ujaran kebencian online yang belum lama ini diterapkan. Seruan itu muncul setelah Twitter memghapus sejumlah cuitan politisi-politisi kanan-jauh yang dianggap ofensif dan menangguhkan akun sebuah majalah satir Jerman.
Sekjen FDP Nicola Beer mengatakan kepada koran mingguan Die Welt am Sonntag bahwa beberapa hari belakangan ini tampak bahwa perusahaan-perusahaan swasta tidak dapat menentukan secara tepat mana pernyataan yang ilegal, satir atau murahan namun masih dibenarkan dalam alam demokratis.
Menurut Beer, seperti RUU yang diusulkan FDP, Jerman membutuhkan undang-undang yang mengatur konten online yang diawasi oleh pihak berwenang kehakiman, dan bukan diawasi oleh pihak swasta.
♣NetzDG Mengharuskan Pengelola Situs Internet di Jerman Menghapus Konten Ofensif
♣Polisi Jerman: Politisi AfD Menyebarkan Ujaran Kebencian terhadap Muslim
Dilansir Deutsche Welle, Ketua Partai Hijau Simone Peter kepada koran yang sama juga mengatakan bahwa perlu ada undang-undang pengganti yang akan mencabut hak perusahaan swasta menghapus konten yang dianggap ofensif.
“Adalah hal yang tidak dapat diterima jika perusahaan-perusahaan Amerika Serikat seperti Twitter mempengaruhi kebebasan berekspresi atau kebebasan pers di Jerman,” kata Peter.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Jerman memberlakukan NetzDG guna menanggulangi konten-konten ofensif yang banyak bertebaran di internet terutama di media sosial. Dalam UU itu perusahaan pengelola situs seperti Facebook, Twitter, Google dan lainnya, diwajibkan segera menghapus konten ofensif (seperti ujaran kebencian dan fitnah) dalam kurun waktu yang ditetapkan. Jika tidak segera menghapusnya, maka perusahaan-perusahaan swasta itu akan dikenai denda. Mereka juga diwajibakan menyerahkan laporan berkala perihal konten ofensif yang dihapusnya.
Ketua faksi Partai Kiri di parlemen Jerman Sahra Wagenknecht kepada kelompok koran Funke juga mengatakan bahwa partai mendorong penghapusan undang-undang tersebut.
“UU itu merupakan tamparan di wajah seluruh prinsip demokrasi, karena di dalam sebuah negara berdasarkan hukum, pengadilan yang berwenang untuk memutuhkan apakah sesuatu melanggar hukum atau tidak, bukannya perusahaan swasta,” kata Wagenknecht.
Keributan seputar NetzDG semakin panas setelah Twitter memblokir akun majalah satir Titanic, yang memuat karikatur politisi rasis dari AfD, Beatrix von Storch, yang mencerca pria Muslim.*