Hidayatullah.com—Pemerintah Myanmar memperkuat kontrol perbatasannya dengan memasang pagar berduri, menempatkan pasukan keamanan dan memasang ranjau untuk mencegah kembalinya etnis Muslim Rohingya ke rumah mereka.
Myanmar memperkuat kontrol perbatasannya dengan memasang pagar kawat berduri yang ditanam di beton sepanjang 250 km ditopang di beberapa bagian dengan bunker dan pos militer di sepanjang perbatasan Bangladesh-Myanmar.
Etni Rohingya di Bangladesh mengatakan sekarang ini tidak mungkin untuk kembali ke negara yang mereka tinggalkan.
Polisi perbatasan Bangladesh dan pengungsi Myanmar mengatakan militer terus memperkokoh perbatasan dalam beberapa pekan terakhir, bagian dari pola yang bisa membuat pengusiran etnis Rohingya permanen, kelompok minoritas Muslim yang dibenci mayoritas Budha.
“Mereka merasa bahwa mereka telah berhasil mengusir sejumlah besar Rohingya dan sekarang ingin membuat Neraka bagi mereka untuk sulit kembali,” ujar profesor di National War College di Washington, Zachary Abuza dikutip Wall Street Journal awal Maret ini.
Baca: Kejamnya Militer Myanmar, Pasang Ranjau Darat untuk Etnis Rohingya
Media sebelumnya melaporkan bahwa pemerintah Myanmar, yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, mengatakan pengungsi Rohingya diizinkan untuk pulang jika mereka dapat membuktikan bahwa mereka berasal dari negara itu. Namun, dia menolak ratusan 8.000 pelamar meski banyak jejak membuktikan etnis Rohingya telah berakar di Myanmar dari beberapa generasi.
Di desa Rohingya, Rakhine, yang sebagian besar telah hilang, pemerintah Myanmar mengatakan membangun pemukiman baru untuk Rohingya yang akan pulang, tetapi badan-badan kemanusiaan seperti Amnesty Internasional mengatakan bangunan itu adalah fasilitas militer.
Bangladesh memanggil duta besar Myanmar bulan ini untuk menyampaikan keluhan bahwa penumpukan militer akan menghambat repatriasi.
Seorang juru bicara kantor Aung San Suu Kyi mengatakan, penumpukan itu merupakan respons terhadap ancaman keamanan dari para pengungsi yang kini tinggal di seberang perbatasan.
Aung Myat Moe, seorang kolonel polisi Myanmar yang bermarkas di Rakhine mengatakan, pagar pembatas baru telah selesai sepanjang 40 mil dari perbatasan. Februari lalu, parlemen Myanmar menyetujui anggaran US $ 15 juta untuk membangun pagar di perbatasan.
September tahun 2017, Amnesty International telah mengeluarkan pernyataan, militer Myanmar turut melakukan penanaman ranjau di sekitar perbatasan Myanmar – Bangladesh yang kerap dilintasi oleh gelombang pengungsi Rohingya.
Baca: Militer Myanmar Keluarkan Laporan Menolak Tuduhan Kesalahan di Rakhine
Laporan itu merupakan hasil temuan tim pencari fakta di Bangladesh yang dipimpin oleh Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty International, diteruskan Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
“Tim juga menemukan ranjau darat anti-personel yang sengaja ditanam oleh militer Myanmar untuk mencegah kembalinya pengungsi Rohingya ke negara bagian Rakhine,” ujar Usman Hamid.
Menurut Usman, ranjau itu telah memakan korban, baik luka hingga tewas.
“Kami mendapat laporan mengenai temuan kaki seorang perempuan. Dan anak-anak yang berusia 15-17 tahun yang tewas akibat ranjau,” ujarnya.*