Hidayatullah.com–Direktur Eksekutif Hak Asasi Manusia Burma mengungkapkan bahwa genosida Muslim Rakhine belum berakhir, 500.000 jiwa masih terperangkap
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency, Direktur Eksekutif Hak Asasi Manusia Burma (BHRN) Kyaw Win mengungkapkan bahwa tentara Myanmar “tak hanya menyerang Muslim Arakan, tetapi juga umat Kristiani Kachin, Shan, dan etnis minoritas lainnya dalam sebuah genosida massal”.
Win mengatakan tindakan “segera” diperlukan untuk menghentikan tentara Myanmar, karena “genosida masih terus berlanjut”.
“Di Arakan [Rakhine], 500.000 Muslim terperangkap. Setiap harinya mereka diserang,” ungkap dia.
Direktur BHRN itu juga mengatakan tentara terus membunuh mereka yang terperangkap, sementara ribuan anak berada dalam bahaya besar karena kekurangan gizi.
Menurut Win, BHRN akan berunding dengan sejumlah pejabat negara anggota Uni Eropa di Brussel, di mana mereka akan memaparkan sejumlah tuntutan.
Baca: AS Jatuhkan Sanksi 4 Tentara Myanmar karena Pelanggaran HAM Berat
Dia juga menyoroti bahwa beberapa negara anggota UE sedang berusaha untuk bertukar senjata dengan tentara Myanmar, meskipun embargo diberlakukan di negara itu.
Win mengatakan tentara di Myanmar mengendalikan aktivitas ekonomi dan industri di negara itu melalui dua perusahaan, “Kerjasama Ekonomi Myanmar” dan “Perhimpunan Saham Ekonomi Myanmar”.
Dia mengungkapkan bahwa militer dapat membuat kesepakatan dengan Rusia dan China melalui perusahaan-perusahaan itu.
“Uni Eropa dapat menargetkan perusahaan-perusahaan itu dan menekan militer Myanmar, sekaligus menekan orang-orang yang melakukan genosida,” papar Win.
Win menambahkan bahwa BHRN akan meminta UE untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Baca: Myanmar Pecat 7 Jenderal yang terlibat Pembentaian setelah Sanksi Uni Eropa
‘Turki membantu Muslim di Arakan tanpa henti’
Seorang aktivis dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, mengatakan bahwa Turki “telah membantu Muslim di Arakan tanpa henti”.
Menurut dia, berkat peran Turki saat ini dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Muslim Arakan mendapatkan lebih banyak dukungan dari komunitas internasional.
“Terutama Badan Koordinasi dan Kerjasama Turki (TIKA) yang bekerja keras tanpa diskriminasi,” ungkap aktivis itu.
“Kami tidak ingin membalas dendam. Yang kami inginkan hanyalah keadilan, agar para pelaku ditindak,” kata dia lagi.
Aktivis itu menambahkan bahwa meskipun Uni Eropa mendukung proses demokrasi, tetapi mereka tidak boleh mengabaikan pembunuhan massal.
Baca: Aktivis HAM Desak Israel Hentikan Pasok Senjata ke Militer Myanmar
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kaum yang paling teraniaya di dunia, telah mengalami penderitaan sejak puluhan orang tewas dalam kekerasan komunal pada 2012.
Dalam laporannya, penyelidik PBB mengungkapkan bahwa pasukan keamanan Myanmar telah melakukan berbagai pelanggaran, termasuk pemerkosaan massal, pembunuhan, pemukulan brutal, dan penghilangan paksa.
Menurut PBB, pelanggaran tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan.
Juni lalu, Uni Eropa secara resmi menjatuhkan sanksi untuk 7 jenderal Myanmar atas dugaan melakukan kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine tahun lalu.
Dalam keputusan yang diumumkan pada Senin, 25 Juni 2018, Uni Eropa mengatakan pelanggaran itu termasuk pembunuhan, kekerasan seksual dan pembakaran sistematis rumah dan bangunan warga Rohingya pada akhir 2017.*