Hidayatullah.com— Pengadilan Myanmar hari Selasa mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap seorang biksu anti-Muslim Ashin Wirathu setelah dugaan dakwaan diajukan kepadanya, kutip The Star.
Seorang pejabat pemerintah di Pengadilan Distrik Yangon Barat mengajukan tuntutan terhadap Wirathu, yang digambarkan oleh majalah Time sebagai ‘Wajah Teror Buddha’ karena seringnya sentimen anti-Islam.
“Hakim menerima klaim dan mengeluarkan surat perintah penangkapan,” kata Kolonel Myo Thu dari Markas Kepolisian di Naypyitaw dikutip Anadolu Agency.
Menurut Myo Thu, Wirathu dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, denda atau keduanya jika dinyatakan bersalah.
Menurut salah seorang pengikutnya, Aung Kyaing, Wirathu berada di biaranya di kota Mandalay pada Senin dan tidak ada polisi yang datang menangkapnya.
“Dia sekarang dalam perjalanan ke Yangon ketika dewan biarawan senior memanggilnya,” kata Kyaing, kepada Anadolu Agency, merujuk pada Komite Sangha yang melarang Wirathu mengajar selama satu tahun pada pertengahan 2017.
Wirathu, yang pernah menyebut dirinya “Bin Laden Buddha”, memiliki peran utama dalam menyebarkan sentimen anti-Muslim di antara mayoritas Buddha di negara itu sejak kekerasan komunal pecah di Negara Bagian Rakhine pada pertengahan 2012.
Wirathu adalah biksu nasionalis yang paling menonjol di Myanmar sejak transisi dari pemerintahan militer dimulai pada 2011.
Juru bicara kepolisian mengatakan surat perintah itu belum diterima oleh polisi di pusat kota Mandalay, tempat Wirathu berada.
Wirathu dilarang oleh otoritas agama tertinggi Myanmar dari pemberitaan selama satu tahun hingga awal tahun lalu karena pidato kebenciannya.
Dia pernah menyerukan boikot terhadap bisnis milik Muslim dan pembatasan pernikahan antara umat Buddha dan Muslim.
Sebuah dewan biksu senior menghentikannya untuk sementara waktu untuk khutbah di depan umum tetapi kepala biara itu telah berbicara di serangkaian demonstrasi pro-militer sejak larangan itu berakhir pada Maret tahun lalu.
Facebook telah memblokirnya sejak Januari 2018 setelah serangkaian posting pembakaran yang menargetkan etnis Muslim Rohingya.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan hal ini membantu menimbulkan permusuhan terhadap masyarakat, meletakkan dasar bagi aksi penumpasan pihak militer pada 2017 yang memaksa sekitar 740.000 etnis Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan Bangladesh.
Seperti banyak orang di Myanmar, Wirathu secara kasar merendahkan Rohingya dengan menyebutnya minoritas “Bengali”, menyiratkan bahwa kelompok itu adalah imigran ilegal, kutip AFP.*