Hidayatullah.com–Dari 24 calon presiden Tunisia yang dipilih dalam pilpres putaran pertama hari Ahad (15/9/2019), dua nama maju ke putaran kedua yang nantinya salah satu dari mereka akan menjadi presiden negara Afrika Utara itu.
Kais Saied, seorang kandidat independen dan profesor hukum, secara tak terduga mendapatkan suara terbanyak 18,4%. Di tempat kedua ada Nabil Karoui, seorang jutawan media yang sedang mendekam dalam tahanan, dengan 15,6% suara. Keduanya tidak memiliki pengalaman berpolitik.
Hasil pemungutan suara itu menjadi pukulan bagi para politisi yang populer dalam pemerintahan saat ini, termasuk Perdana Menteri Youssef Chahed dan bekas presiden sementara Moncef Mazouki, yang keduanya gagal lolos dari putaran pertama.
Pemilu presiden kali ini merupakan yang kedua yang digelar sejak Arab Spring. Pilpres ini dimajukan dari jadwal semula menyusul kematian mendadak Beji Caid Essebsi pada bulan Juli lalu. Essebsi terpilih dalam pilpres 2014, pemilu demokratis pertama setelah diktator Ben Ali ditumbangkan tahun 2011.
Ketua Parlemen Mohamed Ennaceur sekarang yang bertindak sebagai presiden sementara.
Tanggal pilpres putaran kedua belum diumumkan, tetapi kabarnya akan digelar pada bulan Oktober.
Pemenangnya akan menjabat presiden Tunisia selama 5 tahun.
Lantas siapakah dua kandidat yang akan bertarung memperebutkan kursi kepresidenan?
Kais Saied merupakan profesor hukum konstitusi. Akademisi berusia 61 tahun itu digambarkan sebagai seorang konservatif, tetapi dia tidak bergabung dengan partai politik manapun.
Saied tidak memiliki pengalaman berpolitik dan kemenangannya dalam putaran pertama mengejutkan banyak pihak.
Nabil Karoui merupakan pengusaha media kelas kakap di Tunisia. Pengusaha berusia 56 tahun itu mengikuti pilpres dari balik jeruji besi, setelah ditahan sejak bulan lalu dalam kasus pencucian uang dan penipuan pajak. Dia membantah semua tuduhan tersebut.
Meskipun berada di dalam tahanan, Karoui tidak kehilangan hak politiknya untuk dipilih sebagai capres. Namun, dia tidak diperbolehkan menggunakan hak pilihnya. Dia mengajukan pembebasan dari tahanan awal bulan ini.
Karoui mendirikan sebuah yayasan amal yang bergelut dalam usaha pengentasan kemiskinan, yang dijadikan pokok bahasan utama dalam kampanyenya. Para pengkritik menuding Karoui memanfaatkan yayasan dan kanal TV miliknya untuk kepentingan politik.
Dilansir BBC, hari Rabu (18/9/2019) hakim menolak untuk memutuskan apakah dia akan dibebaskan atau tidak dari tahanan.
Hakim mengatakan masalah itu bukan yuridiksinya. Ini ketiga kalinya permohonan pembebasan tahanan Karoui ditolak pengadilan.
Dengan demikian berarti Karoui, yang melakukan mogok makan sejak awal bulan September, masih akan meringkuk dalam tahanan.*