Hidayatullah.com – Wisatawan Barat yang berkunjung ke Kabupaten Minahasa di Indonesia yang tertarik oleh lokasi selam scuba mungkin tidak mengira akan menemukan sesuatu yang tak terduga: sebuah monumen menorah setinggi 20 meter di dekat kota Tondano. Bagaimana bisa simbol Yahudi mencolok itu ada di sebuah negara bermayoritas Muslim terbesar di dunia?
Kisah menorah itu terjalin dengan satu-satunya komunitas Yahudi di Indonesia, yang sinagognya telah diresmikan oleh pemerintah setempat pada akhir Desember.
Sinagoge Shaar HaShamayim telah berfungsi sejak 2004. Namun, baru-baru ini bangunan itu mengalami beberapa renovasi besar. Ketika renovasi selesai, Yakoov Baruch, dosen hukum internasional di universitas lokal dan pemimpin serta rabbi bagi komunitas itu, berpikir itu akan menjadi kesempatan yang sangat baik untuk mengundang pihak berwenang untuk upacara peresmian formal.
“Peresmian berlangsung pada Hanukkah, Bupati Ir Roy O Roring M.Si datang dan kami menyalakan menorah,” Baruch menjelaskan dalam pembicaraan telepon dengan The Jerusalem Post.
Dia menekankan bahwa hal itu adalah momen yang tidak hanya sangat simbiolis, tetapi juga akan memungkinkan upacara keagamaan dilakukan di sinagoge, termasuk pernikahan, untuk diakui secara resmi dan sah tanpa perlu upacara tambahan. Di negara di mana agama Yahudi bukanlah enam agama resmi, itu bukan perkembangan kecil.
Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, meskipun ada hubungan tidak resmi, misalnya seperti yang diakui oleh Wakil Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Hotovely pada 2016. Keduanya juga mempertahankan pertukaran komersial dan turis. Contohnya, pada tahun 2017, 36.000 warga Indonesia mengunjungi Israel.
Pariwisata yang berlangsung cukup tenang antara kedua negara adalah kunci untuk memahami kemungkinan bagi komunitas Yahudi untuk hidup dan tumbuh dan misteri monumen menorah raksasa. Seperti yang Baruch jelaskan kepada JP, di Tondano, 80% populasi beragama Kristen.
“Mereka cenderung sangat pro-Israel, dan banyak dari mereka, khususnya perwakilan pemerintah, pergi menghabiskan waktu Natal di Israel setiap tahunnya. Mereka memutuskan untuk membangun menorah setelah kembali dari salah satu kunjungan, menyusul kunjungan ke Knesset, di mana mereka memahami bahwa menorah adalah simbol Israel,” jelasnya.
Baruch mengetahui tentang asal-usul Yahudinya selama sekolah menengah, ketika neneknya mengungkapkan padanya bahwa dia beragama Yahudi.
“Saya selalu tahu dia berdarah Belanda, dan saya selalu memperhatikan dia tidak pernah melakukan sesuatu yang relijius. Tiba-tiba semuanya masuk akal,” kenangnya. Sejak itu, dia telah memulai perjalanan yang membawanya tidak hanya sepenuhnya merangkul Yudaisme, belajar di beberapa negara termasuk Singapura, Amerika Serikat, dan Israel, tetapi juga untuk penahbisan rabbi dan untuk menjadi kekuatan utama di balik satu-satunya sinagoge di Indonesia.
Shaar HaShamayim menjadi satu-satunya sinagoge di Indonesia setelah sinagoge lain di kota Surabaya, yang dibangun pada tahun 1939, ditutup pada tahun 2009 dan dibongkar pada tahun 2013.
Hari ini komunitas Yahudi di Tondano, berjumlah beberapa lusin orang, termasuk orang-orang Yahudi seperti Baruch yang merupakan keturunan Yahudi Belanda dan pedagang Irak yang melakukan perjalanan ke kota itu untuk berdagang, ekspatriat dan orang-orang yang memutuskan pindah agama.
“Kami melakukan pelayanan setiap Sabat,” Baruch menjelaskan. Meskipun tidak mudah untuk melaksanakan minyan (kuorum sepuluh orang Yahudi dewasa yang disyaratkan untuk perayaan-perayaan keagamaan tertentu), ia lebih lanjut mengatakan terkadang wisatawan ikut membantu, terutama wisatawan Israel yang datang ke tempat terpencil itu dalam perjalanan mereka.
Komunitas itu juga menyelenggarakan kegiatan untuk merayakan hari libur Yahudi, seperti Paskah Yahudi dan perayaan Hanukkah. Pada kesempatan itu, Baruch mengatakan rata-rata dihadiri 30 orang.
Dia mengatakan bahwa prioritas nomor satu adalah untuk terus membangun kehidupan Yahudi yang berkelanjutan dan ketat untuk anggota masyarakat, termasuk mereka yang bertobat, dan dia menyatakan harapan bahwa mereka akan dapat menerima lebih banyak pengunjung di masa depan.
“Saya tahu bahwa bagi banyak orang Yahudi dan Israel, Indonesia hanyalah negara yang berbahaya dan sangat anti-Israel, tetapi, seperti yang terjadi pada banyak negara Timur Tengah, banyak hal telah berubah, dan ada harapan untuk masa depan. Penting bagi saya untuk mengungkapkan aspek Indonesia yang kurang dikenal ini,” katanya.*