Hidayatullah.com—Lockdown di seluruh negeri yang dilakukan Prancis guna meredam wabah coronavirus hendaknya dilakukan sedikitnya selama enam pekan, kata penasihat pemerintah hari Selasa (24/3/2020), sementara angka kematian di negara itu mencapai 1.100.
Sebuah komite yang terdiri dari 10 dokter dan sosiolog, yang bertugas memberikan saran dan masukan kepada pemerintah berkaitan dengan wabah coronavirus, mengatakan “pengurungan” warga di rumah-rumah mereka sepertinya akan berlangsung selama 6 pekan sejak diberlakukan pada 17 Maret.
Prancis sudah memerintahkan warganya tinggal di rumah selama satu pekan, kecuali untuk keperluan mendesak seperti membeli barang kebutuhan harian dan mengunjungi dokter.
Komite itu mengatakan “tidak boleh tidak” lockdown harus diperpanjang dari awalnya yang hanya dua pekan saja. Namun, pemerintah mengatakan angka enam pekan hanyalah estimasi.
“Komite mengatakan kita perlu bersiap-siap bahwa pembatasan ini akan berlangsung selama lebih dari dua pekan dan bahkan kemungkinan sampai lima atau enam pekan,” kata Menteri Kesehatan Olivier Veran, seraya menambahkan bahwa lockdown akan dilakukan sepanjang waktu yang dibutuhkan.
Peringatan perlunya perpanjangn masa lockdown muncul setelah Dirjen Kesehatan Publik Jerome Salomon mengumumkan ada tambahan 240 kematian akibat Covid-19 di rumah sakit dalam kurun 24 jam terakhir, lapor RFI Rabu (25/3/2020).
Salomon mengatakan saat ini ada 22.300 kasus infeksi terkonfirmasi dan 10.176 orang dirawat di rumah sakit, termasuk 2.516 di antaranya dalam kondisi kritis. Namun, dia juga mengatakan bahwa jumlah infeksi sesungguhnya kemungkinan lebih besar, sebab jumlah yang terkonfirmasi hanya mencakup mereka yang dianggap cukup parah sehingga pelu dites coronavirus. Artinya, orang dengan gejala ringan yang terinfeksi ccoronavirus tidak diketahui jumlahnya.
Solomon juga menegaskan bahwa angka kematian 1.100 hanya dihitung dari jumlah pasien Covid-19 yang meninggal di rumah sakit, belum termasuk mereka yang wafat di panti-panti jompo.
Komite peneliti
Selain komite di atas, Presiden Emmanuel Macron juga membentuk sebuah komite riset yang terdiri dari 12 peneliti dan dokter untuk memberikan saran dan masukan kepada pemerintah tentang riset seputar coronavirus.
Diberi julukan “Le Care” komite itu dipimpin oleh pakar virus Françoise Barré-Sinoussi, peneliti wanita yang hasil kerjanya di bidang riset virus HIV membuatnya mendapat anugerah Nobel di bidang kedokteran pada tahun 2008.
Komite bertugas memberikan masukan kepada pemerintah tentang pengobatan, tes dan praktik-praktik yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi orang yang sudah kontak dengan penderita Covid-19. *