Hidayatullah.com—Parlemen China hari Kamis (28/5/2020) menyetujui pemberlakuan undang-undang keamanan di Hong Kong, yang menurut para penentangnya akan menggerus kebebasan di bekas koloni Inggris itu.
Keputusan itu distempel oleh Kongres Rakyat Nasional, parlemen China yang dikuasai partai tunggal Komunis, hanya beberapa jam setelah Amerika Serikat mencabut hak khusus yang diberikannya kepada Hong Kong, wilayah semi-otonom China yang merupakan salah satu pusat bisnis dan finansial dunia. Status khusus yang diberikan AS untuk Hong Kong itu mencakup sejumlah keistimewaan perdagangan dan ekonomi.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan hak khusus itu dicabut karena China tidak lagi menghormati kesepakatan yang dibuatnya dengan Inggris, yaitu memberikan hak otonomi tingkat tinggi sangat luas, ketika wilayah itu diserahkan kembali ke China pada tahun 1997.
Berdasarkan model “satu negara, dua sistem” yang disepakati China-Inggris sebelum penyerahan Hong Kong, wilayah itu menjadi daerah otonomi tingkat tinggi dan diberikan jaminan sejumlah kebebasan sampai tahun 2047.
Parlemen China menjadikan pengesahan UU keamanan itu sebagai agenda utama rapatnya. UU itu akan mempidanakan tindakan yang dianggap membangkang atau melawan pemerintah pusat, aksi terorisme dan tindakan-tindakan yang dianggap membahayakan keamanan nasional, serta memungkinkan pasukan dan instansi-instansi keamanan dari China daratan beroperasi secara terang-terangan di Hong Kong.
Wang Chen, wakil ketua Komite Pengarah Kongres Rakyat China, pekan lalu mengatakan bahwa sikap otoritas Hong Kong yang tidak kunjung menerapkan UU keamanannya sendiri membuat pemerintah pusat terpaksa turun tangan.
Sebagaimana diketahui, rencana penerapan UU keamanan oleh pemerintah Hong Kong mendorong jutaan rakyat turun ke jalan selama berbulan-bulan dan menyebabkan roda bisnis di Hong Kong nyaris lumpuh total. Aksi protes itu terhenti sejak Covid-19 mulai mewabah, dan kini demonstrasi itu dilanjutkan kembali setelah aturan lockdown diperlonggar.
“Ini merupakan akhir riwayat dari Hong Kong. Kami tahu mereka menyembelih jiwa-jiwa kami, merenggut nilai-nilai yang selama ini kami rengkuh, nilai-nilai seperti hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum,” kata anggota parlemen Hong Kong yang pro-demokrasi Claudia Mo kepada AFP.
“Mulai sekarang Hong Kong menjadi seperti kota-kota China lain. Ini menurunkan moral,” ujarnya.
Tindakan China itu didorong oleh ketakutan pemerintah Beijing terhadap generasi muda Hong Kong, yang “tidak sepakat dengan sistem politik Partai Komunis,” kata Hua Po, seorang komentator politik independen berbasis di Beijing.
“Apabila mereka kehilangan kontrol atas Hong Kong, maka dampaknya terhadap China daratan akan sangat besar,” imbuhnya.
Beijing selama beberapa tahun terakhir kerap dibuat panas telinganya, terutama oleh para penggemar sepakbola, yang kerap menyoraki lagu kebangsaan China guna menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah pusat.*