Hidayatullah.com—Israel menunda rencana kontroversialnya untuk mencaplok wilayah Tepi Barat, demikian kata Menteri Kerjasama Regional Israel Ofir Akunis dikutip dari anadolu agency. Sebelumnya, pencaplokan direncanakan dimulai pada Rabu 1 Juli, 2020.
“Aneksasi ‘pasti akan terjadi pada bulan Juli’, tetapi harus dilakukan dalam kemitraan dengan AS”, kata Ofir Akunis kepada Army Radio.
“Aneksasi hanya akan terjadi setelah deklarasi oleh [Presiden AS Donald] Trump,” tambahnya.
Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu tak jadi mengumumkan aneksasi sesuai yang dijadwalkan karena ketidakpastian yang mengelilingi posisi Netanyahu. Mengingat penolakan internasional yang luas terhadap rencana tersebut bersama dengan perbedaan pandangan dengan pemerintah AS dalam penerapannya.
Pada tahun 2017, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Lalu pada tahun 2019 Dataran Tinggi Golan juga diakui sebagai milik Israel. Bagaimanapun, kedua pengumuman tersebut mendapat kritik dari seluruh dunia.
Didorong oleh proposal Trump yang disebut sebagai “Deal of the Century” pada Mei, Netanyahu mengumumkan bahwa Israel akan secara resmi mencaplok Lembah Jordan dan semua blok pemukiman di Tepi Barat.
Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dipandang sebagai wilayah pendudukan di bawah hukum internasional, sehingga membuat semua pemukiman Yahudi di sana – serta aneksasi yang direncanakan – ilegal.
Para pejabat Palestina telah mengancam untuk menghapuskan perjanjian bilateral dengan Israel jika itu dilanjutkan dengan aneksasi, yang selanjutnya akan merusak solusi dua negara.
Pada Rabu, rakyat Palestina juga melakukan demonstrasi yang disebut “hari kemarahan” di Gaza dan Tepi Barat sebagai protes terhadap rencana aneksasi Israel atas bagian-bagian Tepi Barat.
Beberapa demonstran di Kota Gaza membawa rambu-rambu dalam bahasa Inggris yang berbunyi: “Kami Tidak Bisa Bernafas Sejak 1948” dan “Palestina Lives Matter,” yang keduanya merujuk pada gerakan American Black Lives Matter. Yang lain mengibarkan bendera dan plakat Palestina yang menyebut pencaplokan sebagai “pelanggaran hukum internasional.”
Setidaknya 100 warga Palestina juga melakukan demonstrasi di alun-alun al-Manara di pusat kota Ramallah, jauh lebih sedikit dari ribuan yang muncul selama seminggu terakhir di Lembah Yordan pada demonstrasi resmi Fatah. Beberapa lusin demonstran juga berkumpul di kota Betlehem, Tepi Barat
Indonesia dan banyak komunitas internasional tidak mengakui kedaulatan Israel atas wilayah yang didudukinya sejak 1967.*