Hidayatullah.com—Pakar sejarah Gulag, Yuri Dmitriev, hari Rabu (22/7/2020) dijatuhi hukuman penjara 3,5 tahun, demikian dikonfirmasi pengacaranya.
Hukuman tersebut diberikan terhadap Dmitriev dalam dakwaan kekerasan seksual terhadap anak perempuan yang diadopsinya.
Namun, para pendukungnya mengatakan kasus itu dibuat-buat guna membungkam Dmitriev, yang menghabiskan 30 tahun masa hidupnya untuk mengumpulkan daftar 40.00 orang yang disingkirkan atau dieksekusi semasa kekuasaan Joseph Stalin di Karelia, salah satu kawasan di Rusia yang berbatasan dengan Finlandia.
Dmitriev, 64, pertama kali ditangkap pada tahun 2016 dengan tuduhan “memproduksi gambar-gambar pornografi” anak adopsinya.
Dia dibebaskan dari dakwaan itu pada tahun 2018, tetapi Mahkamah Agung Karelia membatalkan keputusan tersebut dua bulan kemudian dan memerintahkan dilakukannya persidangan kedua, kali ini dengan dakwaan “kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur”.
“Dmitriev sendiri tidak mengakui satu pun tuduhan-tuduhan itu,” kata Memorial, organisasi peduli HAM, sebelum pembacaan vonis hukuman. “Memorial yakin dia sama sekali tidak bersalah.”
“Alasan pasti dibalik persekusi atas sejarawan itu adalah kerja yang bertahun-tahun digelutinya untuk menemukan kuburan-kuburan dari orang-orang yang dibunuh semasa Terror Besar, untuk menyusun daftar korban, melestarikan kenangan dari tempat-tempat eksekusi di era Stalin,” kata organisasi itu, seperti dilansir Euronews.
Beberapa tahun terakhir, pakar sejarah Gulag itu ikut andil dalam menemukan salah satu kuburan massal terbesar di Karelia, di daerah Sandarmokh, di mana jasad 7.000 sampai 9.000 orang dieksekusi semasa Stalin berkuasa.
Gulag, akronim dari Glavnoe Upravlenie LAGerei, merupakan lembaga pemerintah Uni Soviet yang bertanggung jawab mengurus kamp-kamp kerja paksa.
Sejumlah tokoh Rusia dan internasional mengecam persekusi terhadap Yuri Dmitriev. Dalam sebuah konferensi pers awal bulan Juli, sutradara Alexandre Sokourov mengatakan bahwa dakwaan terhadap sejarawan itu akan menjadi “titik balik”di Rusia.
Sementara itu dua peraih penghargaan Nobel, penulis Belarusia Svetlana Alexievitch dan penulis Jerman Herta Muller, meminta agar Dewan Eropa bertindak. Mereka meyakini temuan-temuan Dmitriev di Sandarmokh merupakan “tulang yang mengganjal di kerongkongan penguasa” yang, menurut kedua penulis itu, berusaha “menulis ulang sejarah”.*