Hidayatullah.com–Irlandia akan membahas RUU baru yang berupaya melarang impor dan penjualan barang-barang yang berasal dari permukiman ilegal Yahudi di wilayah Palestina terjajah.
Senator independen Frances Black, Selasa (23/01/2018) lalu, meluncurkan “RUU Pengawasan Kegiatan Ekonomi (Wilayah Terjajah) 2018”, yang dijadwalkan akan dibahas di Seanad Eireann pada Rabu 31 Januari 2018. Berdasarkan keterangan pers, RUU tersebut berupaya melarang impor dan penjualan barang-barang, jasa dan sumber daya alam yang berasal dari permukiman ilegal di wilayah-wilayah terjajah”.
“Permukiman-permukiman itu ilegal berdasarkan hukum kemanusiaan internasional dan hukum domestik Irlandia, serta mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia di tempat tersebut,” demikian bunyi pernyataan tersebut. Terlepas dari ilegalitas impor dan penjualan barang-barang dari permukiman ilegal Yahudi, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Irlandia masih terus memberikan “dukungan ekonomi melalui perdagangan barang-barang produk permukiman ilegal Yahudi”.
Baca: Inggris Siapkan RUU Bendung Aktivis “Boikot Israel” [1]
Konseptor RUU tersebut mengungkapkan bahwa perundang-undangan telah “disiapkan dengan dukungan Trocaire, Christian-Aid dan Irish Congress of Trade Unions (ICTU), serta berlaku bagi permukiman-permukiman ilegal di wilayah-wilayah terjajah dimana ada konsensus hukum internasional yang jelas bahwa mereka melanggar hukum internasional”.
Mereka mengatakan dengan tegas bahwa “contoh paling jelas saat ini dari pelanggaran-pelanggaran tersebut adalah perluasan permukiman ilegal di Tepi Barat, yang telah berulang kali dikecam sebagai ilegal oleh PBB, Uni Eropa, Mahkamah Internasional dan pemerintah Irlandia”.
Di bagian pengantar RUU tersebut, Senator Black mengatakan:
“Ini kesempatan bagi Irlandia untuk membela hak-hak rakyat yang lemah – ini tentang menghormati hukum internasional dan menolak mendukung aktivitas ilegal dan penderitaan manusia.”
Black mengatakan ia “antusias tentang perjuangan rakyat Palestina”. Ia menekankan bahwa “perdagangan barang-barang yang diproduksi di permukiman ilegal berarti mendukung ketidakadilan”. Ia juga menjelaskan bahwa “di wilayah-wilayah terjajah, rakyat diusir paksa dari rumah-rumah mereka dan lahan pertanian yang subur dirampas. Jadi, buah-buahan dan sayur-sayuran yang diproduksi, kemudian dijual di rak-rak Irlandia adalah hasil dari mengorbankan itu semua”.
RUU tersebut mencari lebih dari sekadar tuduhan terbuka terhadap permukiman ilegal ‘Israel’ dan berupaya untuk membuat pemerintah di seluruh dunia memperlakukan permukiman-permukiman itu sebagai ilegal. Black menunjukkan bahwa enam tahun lalu pemerintah Irlandia mengkritik perkembangan tanpa henti permukiman ilegal Yahudi, tapi mereka gagal melakukan apapun sejak saat itu.
“Bertahun-tahun sejak saat itu hanya ada satu cara, dengan perluasan permukiman-permukiman ilegal, lebih banyak lagi rumah warga Palestina yang dihancurkan dan tanah dirampas. Jelas bahwa janji-janji kosong tidak berhasil, tapi tidak ada yang dilakukan. Irlandia harus menunjukkan kepemimpinan dan tindakan,” tegas Black dikutip Sahabat Al-Aqsha dari Middle East Monitor.
Irlandia pernah dijajah Inggris dan merupakan pendukung kemerdekaan Palestina. Bahkan dukungan ini membuat penjajah Israel menyatakan akan menutup kedutaan mereka di Irlandia pada pekan ini. Kedutaan di Irlandia merupakan satu-satunya kedutaan Israel di Eropa yang akan ditutup.*