Hidayatullah.com—Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi mengancam akan berpisah dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang dipimpin Arab Saudi jika organisasi itu gagal mengadakan pertemuan para menteri luar negeri mengenai Kashmir. Qureshi mengkritik bungkamnya organisasi Islam itu tentang berbagai masalah, termasuk Palestina, Kashmir, dan Masjid Babri.
“Selama satu tahun kami telah meminta OKI untuk mengumpulkan dewan pertemuan para menteri luar negeri tentang masalah-masalah Palestina dan Kashmir di mana umat Islam menghadapi kekejaman sementara India menghancurkan masjid Babri yang berusia 300 tahun dan membangun Kuil Ram, tetapi OKI tetap diam. Namun mengapa?,” ungkap Qureshi saat berbicara kepada stasiun televisi lokal ARY News dikutip Anadolu Agency.
Dalam ultimatum ke Arab Saudi, Menteri Luar Negeri Shah Mahmood Qureshi mengatakan bahwa Pakistan harus mencari opsi lain jika Organisasi Kerjasama Islam tidak tampil mendukung sikapnya terhadap Kashmir. Dalam pernyataan yang disampaikan di acara TV, Qureshi mengatakan OKI yang dipimpin oleh Arab Saudi harus memutuskan apakah mereka ingin mendukung Pakistan dalam masalah sensitif seperti itu, karena Pakistan tidak dapat menunggu dukungan Saudi lagi.
Masjid Babri dihancurkan oleh kelompok Hindu garis keras pada tahun 1992. Pada saat itu, Perdana Menteri P.V. Narasimha Rao berjanji untuk membangun kembali masjid dalam pidato yang disiarkan televisi.
Tetapi Mahkamah Agung India November lalu menyerahkan situs masjid bersejarah itu kepada umat Hindu untuk membangun sebuah kuil setelah sengketa hukum yang berkepanjangan. “Hari ini, saya sampaikan kepada OKI untuk mengadakan rapat dewan menteri luar negeri. Jika mereka tidak dapat melakukannya, maka saya terpaksa meminta perdana menteri untuk mengadakan pertemuan negara-negara Islam yang siap berdiri bersama kami. tentang masalah Kashmir dan mendukung Muslim Kashmir yang tertindas,” tambah Qureshi.
Dia mengatakan waktunya telah tiba bagi OKI untuk memutuskan apakah akan berdiri dengan anggota pendiri [Pakistan] dalam masalah sensitif ini – tidak ada lagi keraguan. Qureshi juga mengaku bahwa Pakistan menarik diri dari KTT Kuala Lumpur Desember lalu atas permintaan dari Riyadh.
“Saya menghargai Mahathir Muhamad yang bahkan tidak mengeluh dan berbicara sepatah kata pun tentang keputusan kami karena dia tahu situasi kami yang sebenarnya,” ucap dia.“Saat ini rakyat Pakistan, yang selalu siap mengorbankan hidup mereka untuk Mekah dan Madinah, membutuhkan Saudi untuk berperan utama dalam masalah Kashmir. Jika mereka tidak akan memainkan peran mereka, maka saya akan meminta Perdana Menteri Imran Khan untuk melanjutkan proses itu tanpa Arab Saudi,” imbuh Qureshi lagi.
Perdana Menteri Khan pada awal tahun ini mengakui bahwa dirinya melewatkan KTT Kuala Lumpur atas permintaan dari Riyadh dan menyatakan sedih karena tidak menghadiri konferensi tersebut. Da mengakui Pakistan dan Arab Saudi menikmati hubungan baik dan ‘orang Pakistan melakukan apa saja untuk melindungi Madinah dan Makkah’.
Tentang organisasi yang berbasis di Jeddah, dia mengatakan sudah saatnya OKI berhenti bermain ‘petak umpet’ dan mengambil langkah konkret untuk membantu rakyat Kashmir. Menteri luar negeri mengatakan pernyataannya akan menimbulkan keributan di kementerian luar negeri tetapi dia mengumumkan kepada publik dengan keberatan ini karena situasi di Kashmir yang diduduki.
Khan dan Qureshi selalu memuji Turki, Malaysia, dan Iran yang mendukung warga Kashmir dan menolak aneksasi Kashmir oleh India pada Agustus lalu.
Kashmir, wilayah Himalaya yang mayoritas Muslim, dikuasai oleh India dan Pakistan sebagian tetapi diklaim oleh keduanya secara penuh. Sepotong kecil wilayah ini juga dikendalikan oleh Cina.
Sejak dipecah pada tahun 1947, New Delhi dan Islamabad telah berperang tiga kali – pada tahun 1948, 1965, dan 1971 – dua di antaranya memperebutkan Kashmir.
Beberapa kelompok Kashmir telah berperang melawan pemerintahan India untuk kemerdekaan, atau untuk penyatuan dengan tetangganya Pakistan. Hubungan yang sudah tegang antara kedua tetangga semakin menurun setelah langkah kontroversial India tahun lalu.
Pada 5 Agustus 2019, pemerintah India mencabut Pasal 370 dan ketentuan terkait lainnya dari Konstitusi, membatalkan negara bagian dengan otonominya dan mencapok Jammu dan Kashmir. Itu juga dibagi menjadi dua wilayah yang dikelola pemerintah federal.
Secara bersamaan, mereka mengunci wilayah tersebut, menahan ribuan penduduk, memberlakukan pembatasan pergerakan dan memaksakan pemadaman komunikasi.*