Hidayatullah.com—Denmark menjadi negara Eropa pertama yang mencabut izin tinggal bagi pengungsi Suriah, dengan alasan sebagai wilayah di negeri itu tidak lagi mengalami peperangan dan sudah cukup aman.
Sedikitnya permohonan 189 orang Suriah yang mengajukan perpanjangan status izin tinggal sementara ditolak sejak musim panas lalu.
Sekitar 500 orang asal Damaskus dan daerah sekitarnya sedang dievaluasi ulang.
Hiba al-Khalil, 28, yang meninggalkan rumah dan melewati Turki dan Yunani sebelum akhirnya sampai di Denmark pada 2015, berkata, “Daya katakan kepada pewawancara, berada di luar Suriah lama seperti saya sudah cukup mengundang kecurigaan rezim. Hanya karena kotamu tidak lagi dihujani bom kimia bukan berarti keadaan sudah aman… Siapa saja bisa tiba-tiba ditangkap.”
“Saya gembira bisa sampai di Denmark. Saya datang ke sini untuk bekerja dan belajar dan menjalani kehidupan baru. Saya sudah mempelajari bahasanya cukup baik. Sekarang saya bingung dan terkejut karena itu semua tidak cukup,” kata jurnalis magang itu yang tidak tahu apakah permohonan perpanjangan izin tinggalnya akan disetujui. Dia sudah dipanggil dua kali untuk wawancara.
Menurut Refugees Welcome Denmark, 30 orang Suriah sudah ditolak perpanjangan izinnya dan pengadilan juga tidak membela mereka. Namun, karena Kopenhagen tidak lagi memiliki hubungan diplomatik dengan Damaskus, orang-orang itu tidak bisa langsung dideportasi ke Suriah.
Beberapa orang yang permohonannya ditolak sudah dijebloskan ke detensi imigrasi. Mereka tidak lagi bisa bekerja, sekolah atau memperoleh perawatan kesehatan layak.
Pria Suriah umumnya dikecualikan dari kebijakan baru Denmark itu, karena mereka dianggap berisiko akan dipaksa masuk militer bila kembali ke Suriah. Mayoritas yang akan terkena kebijakan baru itu adalah wanita dan manula, yang tidak sedikit di antara mereka akan terpisah dari anak dan keluarganya.
Orangtua Mahmoud al-Muhammed, 19, yang keduanya berusia 60-an akhir, permohonannya untuk tinggal di Denmark ditolak. Padahal ayahnya sudah pensiun dari militer Suriah sejak 2006 dan dia mendapat ancaman ketika keluarganya meninggalkan Suriah.
“Mereka ingin menempatkan orangtuaku di pusat detensi mungkin selama 10 tahun, sebelum Assad tidak lagi berkuasa,” kata pemuda itu. “Mereka berdua mengalami gangguan kesehatan. Kebijakan ini sangat kejam, dirancang sedemikian rupa agar kami putus asa dan akhirnya terpaksa pergi,” imbuhnya, seperti dikutip The Guardian Rabu (14/4/2021).
Denmark Saat ini dihuni sekitar 5,8 juta jiwa, 500.000 di antaranya imigran dari 35.000 merupakan orang Suriah.
Selain mencabut izin tinggal, pemerintah Denmark menawarkan uang sekitar £22,000 perorang bagi pengungsi yang bersedia kembali ke negaranya secara sukarela.
Namun, karena banyak yang khawatir dengan keselamatannya, pada tahun 2020 hanya 137 pengungsi yang mengambil tawaran itu.
“Kebijakan pemerintah itu bekerja dan saya tidak akan surut, itu tidak akan terjadi. Kami sudah mengatakan dengan jelas kepada para pengungsi Suriah bahwa izin tinggal mereka hanya bersifat sementara dan bahwa izin itu dapat dicabut apabila alasan pemberian izin itu tidak lagi ada,” kata Menteri Imigrasi Mattias Tesfaye kepada Agence France-Presse.*