Hidayatullah.com—Pasukan rezim militer menewaskan sedikitnya tiga warga sipil anti-kudeta di Kota Myitnge, Wilayah Mandalay selama penggerebekan ke lingkungan pada Selasa dan Rabu sore. Peristiwa ini menandai kematian akibat kekerasan pertama di kota itu sejak kudeta berlangsung.
Dua pria dari suku Yankin tewas setelah ditembak di bagian dada pada malam Festival Tahun Baru tradisional Myanmar atau disebut Thingyan. Jumlah korban bisa lebih tinggi. Beberapa melaporkan bahwa sebanyak lima orang tewas, dua pria yang tewas segera dikremasi di Pemakaman Myitnge Myoma, lapor laman Irrawaddy.
Penembakan dimulai ketika pasukan rezim mencoba menahan seorang pegawai negeri yang melakukan pemogokan dan bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM), kata seorang penduduk setempat. “Mereka datang untuk menangkap PNS yang melakukan CDM,” katanya.
Penduduk yang keluar untuk ikut aksi protes mulai ditembaki. Tentara juga menembak di desa terdekat Hpa Paung pada Rabu malam, menurut penduduk setempat, meskipun mereka tidak dapat memberikan rincian lebih lanjut pada saat pelaporan.
“Mereka juga melakukan penembakan sepanjang hari hari. Jadi kami tidak bisa keluar, ”katanya kepada Myanmar Now pada hari Rabu.
Sebuah kotak sumbangan di masjid setempat juga dihancurkan dan uang di dalamnya dijarah tentara, kata seorang penduduk. “Kami masih belum tahu berapa banyak uang yang mereka ambil. Mereka masih memblokir area sehingga kami tidak bisa keluar, “tambah mereka.
Irrawady mengatakan, mereka juga menjarah dana sumbangan publik yang ditujukan untuk staf kereta api, dimana sumbangan tersevut disimpan di sebuah biara. Juru bicara militer tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar terkait pembunuhan kedua pria tersebut dan kaksus penjarahan.
Seorang pekerja bantuan dari Myitnge mengatakan membantu merawat orang yang terluka dan mengumpulkan mayat. Lebih dari 100 orang melakukan aksi protes setiap hari di Myitnge, kata penduduk di sana.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik, sebuah kelompok yang memantau kekerasan dan penangkapan sejak kudeta 1 Februari, rezim baru tersebut kini telah menewaskan sedikitnya 715 orang, termasuk lebih dari 40 anak-anak.*