Hidayatullah.com—Kepala jaksa penuntut International Criminal Court hari Senin (14/6/2021) mengatakan berupaya mendapatkan otorisasi untuk menyelidiki tindakan brutal petugas dalam pemberantasan narkoba di Filipina yang merenggut nyawa manusia.
Fatou Bensouda mengatakan penyelidikan awal yang dimulai pada Februari 2018 menunjukkan ada dasar yang cukup kuat untuk meyakini bahwa terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan dalam pembunuhan-pembunuhan yang terjadi antara 1 Juli 2016 dan 16 Maret 2019, tanggal ketika Filipina menarik diri dari keanggotaan ICC.
Dalam sebuah pernyataan Bensouda mengatakan terduga kejahatan kemanusiaan itu terjadi dalam konteks perang melawan narkoba yang dilaksanakan oleh pemerintah Filipina, lansir Associated Press.
Presiden Rodrigo Duterte pada Maret 2018 mengumumkan bahwa negaranya akan keluar dari ICC. Keputusan itu berlaku efektif setahun kemudian.
Namun, Bensouda menegaskan bahwa ICC masih memiliki yuridiksi untuk menyelidiki kasus-kasus yang terjadi ketika suatu negara masih menjadi anggota ICC.
Bensouda, yang 9 tahun masa jabatannya sebagai jaksa kepala ICC berakhir pekan ini, mengatakan informasi yang didapat dari penyelidikan awal mengindikasikan bahwa anggota Kepolisian Nasional Filipina, dan lainnya yang bertindak bersama mereka, telah melakukan pembunuhan di luar hukum beberapa ribu hingga puluh ribu warga sipil masa masa tersebut.
Ketika mengumumkan Filipina akan menarik diri dari ICC, Presiden Rodrigo Duterte membela kebijakan keras penanggulangan narkoba yang digaungkannya. Dalam pernyataan setebal 15 halaman dia mengatakan tindakan keras perlu diambil terhadap para pengedar dan gembong narkoba yang puluhan tahun telah merusak masa depan generasi muda.
Hakim-hakim di ICC memiliki 120 hari untuk mempertimbangkan permintaan jaksa tersebut.*