Hidayatullah.com–Penyintas peristiwa dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945 oleh Amerika Serikat mengecam Presiden Vladimir Putin 6ang menyombongkan kemampuan nuklir Rusia menyusul invasi ke Ukraina.
Dalam peringatan terselubung kepada Amerika Serikat dan sekutunya untuk tidak campur tangan dalam konflik di Ukraina, Putin mengingatkan dunia bahwa Rusia adalah kekuatan nuklir utama.
“Saya tidak bisa tidak merasakan bahaya nyata dari cara dia membuat pernyataan itu, ” kata Hiromu Morishita, 91, seorang hibakusa (penyintas bom atom Hiroshima-Nagasaki)
“Tidak ada perbedaan antara orang Rusia dan Ukraina, mereka sama-sama manusia, jadi saya percaya mereka akan saling memahami selama mereka benar-benar berkomunikasi satu sama lain, ” katanya, seperti dikutip Asahi Shimbun Sabtu (26/2/2022).
Morishita berada 1,5 kilometer dari titik nol pusat ledakan ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di atas Hiroshima di Jepang bagian barat pada 6 Agustus 1945, menewaskan ribuan orang dalam sekejap. Tiga hari kemudian bom serupa meratakan kota Nagasaki. Peristiwa itu menandai penggunaan pertama bom atom dalam peperangan.
Morishita menderita luka bakar yang parah di seluruh wajah dan lehernya dalam serangan itu.
Tahun 2004 di mengunjungi Ukraina dan Rusia untuk berbicara di depan para mahasiswa universitas tentang kengerian dari bom atom.
Salah satu kota yang dikunjunginya pada tahun 2004 adalah Kharkiv di bagian timur laut Ukraina, di mana rudal-rudal Rusia berjatuhan pada 24 Februari, setelah Putin mengancam akan menginvasi negara itu.
Sekitar 200 mahasiswa berkumpul untuk mendengarkan penjelasan Morishita, sebagian mengakui bahwa mereka tidak pernah menyadari besarnya tragedi yang terjadi di Hiroshima.
Pada kesempatan lain, Morishita bertemu dengan para penyintas bencana nuklir Chernobyl 1986, yang mengakibatkan mereka saling bertangisan.
“Tidak dapat dimaafkan dia (Putin) menggunakan senjata nuklir sebagai alat untuk mengancam orang lain,” kata Terumi Tanaka, 89, salah satu ketua Nihon Hidankyo (Konfederasi Jepang untuk Organisasi Penderita Bom A dan Bom H) dan penyintas peristiwa bom atom Nagasaki 9 Agustus 1945.
Setiap perang yang melibatkan penggunaan senjata nuklir menimbulkan risiko kehancuran umat manusia, kata Tanaka.
“Permohonan yang telah kita buat tidak menjangkau dunia. Kita harus merangkul lebih banyak orang yang memahami realitas senjata nuklir agar pesan kita memiliki efek,” kata Tomoyuki Mimaki, 79, yang mengambil alih posisi ketua asosiasi penderita bom-A dan bom-H di Prefektur Hiroshima setelah petahana lama Sunao Tsuboi meninggal tahun lalu pada usia 96.
Kunihiko Sakuma, 77, ketua organisasi Hibakusha Hiroshima, mengatakan, “(Putin) sama sekali tidak memahami betapa mengerikannya senjata nuklir.”*