Hidayatullah.com—Paus Fransiskus hari Selasa (8/9/2015) melakukan reformasi radikal di tubuh Gereja Katolik dalam masalah pembatalan pernikahan, sehingga prosesnya menjadi jauh lebih cepat dan sederhana, lapor Associated Press.
Peraturan baru untuk Gereja Katolik itu mengatur bagaimana para uskup di seluruh dunia memastikan bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi sehingga sebuah pernikahan dapat dianulir (bukan cerai, karena perceraian dalam Katolik dilarang). Umat Katolik harus mendapatkan status pembatalan pernikahan dari gereja jika mereka ingin bisa menikah kembali di gereja (bukan sekedar di catatan sipil, red).
Proses pembatalan pernikahan selama ini dikritik karena terlalu rumit, lama dan memakan banyak biaya. Hal itu semakin menyulitkan bagi umat Katolik di negara-negara miskin di mana keuskupan setempat tidak memiliki peradilan agama untuk masalah perkawinan.
Dalam dokumen gereja itu Paus Fransiskus menegaskan bahwa perkawinan tetap sebagai sebuah bentuk persekutuan yang tidak dapat dibubarkan, dan peraturan yang baru tidak dimaksudkan untuk membantu mengakhiri perkawinan tersebut. Melainkan, kata Paus, perubahan peraturan itu ditujukan untuk mempercepat dan menyederhanakan prosesnya sehingga umat Katolik bisa mendapatkan keadilan.
Peraturan baru meminta agar proses pembatalan pernikahan diselesaikan dalam waktu 45 hari saja. Proses banding otomatis atas keputusan pertama juga ditiadakan, sehingga salah satu atau kedua pihak dari pasangan Katolik yang bermasalah tidak harus langsung menggugat kembali, jika tidak setuju dengan keputusan pertama dalam kasus pembatalan pernikahannya. Biaya-biaya juga diminta Paus Fransiskus agar dihapus, kecuali bayaran “yang adil (layak)” untuk petugas terkait yang mengurus masalah itu.
Umat Katolik sejak dulu mengeluhkan betapa sulit, lama dan mahalnya untuk mendapatkan pembatalan pernikahan dari gereja, itu pun jika mereka berhasil mendapatkannya.
Tanpa mendapatkan status pembatalan pernikahan, umat Katolik yang berpisah dari pasangan sebelumnya dan menikah kembali di luar gereja (hanya didaftarkan di kantor pencatatan sipil), maka dianggap sebagai pezina dan tidak berhak mendapatkan pemberkatan dari gereja.
Paus Fransiskus mengatakan semua umat Katolik berhak mendapatkan keadilan dari gereja dan bebas mendapatkan pembatalan pernikahan. Pada saat yang sama dia juga mengatakan gereja harus memasukkan dalam pertimbangannya bahwa ketidakpedulian seseorang terhadap ajaran Katolik bisa dipakai untuk menyatakan suatu pernikahan itu batal.
Paus Fransiskus mengutip pernyataan pendahulunya ketika menjabat uskup Buenos Aires yang mengatakan bahwa separuh dari pernikahan yang digelar pada esensinya batal (tidak sah), karena orang-orang memasuki kehidupan pernikahan tanpa menyadari bahwa itu adalah komitmen seumur hidup.
Norma-norma yang melekat dalam peraturan baru itu mengatakan “kurangnya keimanan” dapat menjadi alasan atau sebab dibatalkannya suatu pernikahan.*