Hidayatullah.com–Sampai belum lama ini, kesibukan di perkebunan pisang Ekuador seperti tidak ada hentinya, menandakan komoditas pertanian itu laku keras. Namun beberapa pekan belakangan, peperangan membungkam kesibukan bisnis pisang itu. Bukan perang di negara Amerika Selatan itu atau di tetangganya, melainkan di seberang samudera di belahan bumi lain, perang antara Rusia dan Ukraina.
Ekuador adalah eksportir pisang terbesar dunia. Sekarang, akibat perang di Ukraina, hasil panen pisang hanya menumpuk tidak jauh dari tempat mereka tumbuh.
“Satu dari setiap lima pisang yang diproduksi di Ekuador dikirim ke Ukraina dan Rusia,” kata Franklin Torres, presiden federasi produsen pisang Ekuador FENABE.
“Oleh karena itu perang ini benar-benar mempengaruho kami,” ujarnya seperti dikutip AFP Senin (4/4/2022).
Sebagian besar pisang itu dibawa ke Rusia, di mana penjualan pisang mendatangkan devisa $698 juta setahun bagi Ekuador, yang biasanya mengirimkan hampir dua juta kotak pisang ke negara-negara di kawasan Eropa Timur setiap pekan.
Namun, karena sanksi transportasi internasional atas invasinya ke Ukraina, Rusia tidak menerima kargo pisangnya.
Konflik telah menghentikan produksi di El Triunfo, dekat Guayaquil, lokasi pelabuhan utama Ekuador.
“Produsen pisang sudah tamat, saya belum mengemas satu kotak pun selama tiga pekan,” kata Mireya Carrera, 62, pemilik perkebunan pisang Thalia.
“Para pekarja pergi sendiri tanpa dipecat karena saya tidak bisa mengupah mereka.”
Pengusaha itu biasa mengisi tiga kontainer dengan 3.000 kotak pisang masing-masing seberat 20 kilogram (43 pon) dari kebunnya seluas 28 hektar.
“Sekarang saya memiliki 7.000 tandan tanpa pembeli,” katanya kepada AFP.
Harga anjlok
Sebelum perang, industri pisang sudah menderita akibat anjloknya harga.
Torres mengatakan biayanya $5,50 untuk memproduksi sekotak pisang, dan meskipun harga penjualan internalnya adalah $6,25, “saat ini kami menerima kurang dari $2 untuk setiap kotak pisang, kami menerima $1 atau $1,20.”
“Sungguh, ini merupakan penghinaan terhadap jenis bisnis apa pun. Apa yang kami terima memalukan dan bahkan tidak layak untuk diambil.”
Dia mengatakan industri pisang telah kehilangan “lebih dari $ 10 juta dalam tiga minggu.”
“Setiap tahun kami menghadapi masalah harga rendah, tetapi sekarang tidak mungkin mendapatkan kontrak untuk pisang. Saya lebih suka membagi-bagikannya,” kata Carrera.
Melihat surplus pisang di Ekuador, pasar lain “mulai mengurangi penawaran harga mereka,” kata Richard Salazar, presiden asosiasi untuk komersialisasi dan ekspor pisang ACORBANEC.
Menurut Jose Antonio Hidalgo, direktur asosiasi eksportir pisang AEBE, dalam waktu sepekan setelah perang dimulai, pisang yang ditujukan ke Rusia dan Ukraina membutuhkan pasar baru, “menyebabkan krisis harga.”
Sekitar satu juta kotak masih belum terjual dalam sebulan terakhir.
Surplus membuat harga domestik ikut anjlok, serikat bisnis pisang memutuskan untuk menyumbangkannya untuk program pangan lokal.
Ekuador memiliki 160.000 hektar perkebunan pisang pada tahun 2021 yang menghasilkan penjualan hampir $3,5 miliar di seluruh dunia.
Negara Amerika Selatan ini memiliki lebih dari 260 eksportir pisang.
Industri pisang menghasilkan 50.000 pekerjaan langsung dan 250.000 pekerjaan tidak langsung di Ekuador.
Perang di Ukraina telah menyebabkan sekitar 6.000 karyawan tetap kehilangan pekerjaan mereka, menurut ACORBANEC.
Kesulitan juga dialami perkebunan El Porvenir di Puerto Inca, yang bertetangga dengan Guayaquil.
Setelah menjual lebih dari 1.000 kotak “apa yang kami terima habis untuk membayar upah,” kata pengelola perkebunan Lourdes Cedeno.
El Porvenir sudah memotong upah pada bulan Maret setengah dari semestinya.
Produsen pisang, yang berunjuk rasa di Guayaquil pekan lalu, ingin pemerintah membantu mereka dengan cara membeli buah mereka untuk program makanannya.
Presiden Guillermo Lasso menolak dengan alasan “tidak realistis, dan kita harus menjualnya ke pasar laindi dunia”.
Akan tetapi menurut Salazar, “Menempatkannya di pasar lain adalah utopia. Tidak ada pasar lain di dunia yang dapat membeli sebanyak Rusia,” katanya.*