Wakaf dengan krakteristiknya yang abadi serta manfaatnya yang berkelanjutan, bisa dikelola dengan menajemen modern dalam bentuk perusahaan wakaf
Oleh: Dr. Fahruroji. Lc, MA
Hidayatullah.com | PENTINGNYA wakaf –bahkan termasuk gagasan perusahaan wakaf—menjadidiskursus berbagai kalangan. Mayoritas mendiskusikan pentingnya wakaf dikelola secara produktif dengan pendekatan bisnis melalui beragam jenis investasi yang sesuai syariah dan perundang-undangan.
Diskusi tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi dan pemahaman yang kuat selama kurun waktu yang lama di masyarakat bahwa wakaf hanya untuk tujuan ibadah dan sosial. Akibatnya, peran wakaf sangat terbatas.
Wakaf diangap belum berperan signifikan dalam bidang ekonomi, yaitu meningkatkan perekonomian masyarakat, bangsa, dan negara. Peran yang hanya di bidang agama dan sosial, juga belum sesuai dengan semangat ajaran wakaf yang ditekankan Rasulullah ﷺ.
Padahal wakaf amat penting secara ekonomi, dengan mengelola dan mengembangkannya secara produktif. Hasilnya disalurkan kepada pihak yang berhak menerima manfaat wakaf (maukuf ‘alaih).
Contohnya adalah wakaf Rasulullah ﷺ atas tujuh bidang kebun kurma, wakaf Umar bin Khaththab atas tanah kebunnya, dan wakaf Abu Dahdah atas kebun kurmanya. Semuanya merupakan wakaf yang nilai ekonominya tinggi dan dampak ekonominya besar.
Memang, terdapat juga wakaf keagamaan yang diajarkan Rasulullah. Misalnya Masjid Quba’ dan Masjid Nabawi.
Juga ada wakaf sosial kemasyarakatan yang ditunjukkan oleh Utsman bin Affan ketika mewakafkan sumur. Namun wakaf tersebut tidak mengabaikan wakaf untuk tujuan ekonomi yang dampaknya lebih besar bagi peningkatan kesejahteraan.
Wakaf kebun yang dilakukan oleh Umar dampaknya sangat luas dalam meningkatkan kesejahteraan, yaitu meliputi keluarga dan masyarakat. Umar bisa menyalurkan hasil wakafnya kepada orang-orang fakir, kerabat, budak, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Bahkan pengelola wakaf atau nazhir ikut meningkat kesejateraannya dengan dibolehkan mengambil hasil pengelolaan wakaf secara wajar.
Produktif
Wakaf menurut Hodgson merupakan instrumen untuk pembangunan sosial ekonomi masyarakat Muslim dan non-Muslim. Juga sebagai sistem untuk membiayai pembangunan masyarakat.
Wakaf menjamin kesinambungan pembangunan, sebab harta benda yang diwakafkan tidak dikonsumsi atau dihabiskan. Bahkan itu dijaga keabadaiannya dengan mengelola dan mengembangkannya secara produktif.
Pendapatan atau keuntungan yang dihasilkan dari pengelolaan dan pengembangan tersebut, disalurkan sebagai donasi yang berkelanjutan kepada penerima manfaat wakaf.
Pengelolaan wakaf untuk tujuan ekonomi atau wakaf yang dikelola secara produktif, berkontribusi besar dalam mengantarkan Islam meraih puncak peradabannya. Ketika itu peran wakaf dalam bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan sangat luas dan beragam, karena banyaknya aset wakaf produktif dan hasilnya.
Wakaf mampu membiayai kebutuhan masyarakat dalam semua bidang. Bahkan ada wakaf yang hasilnya untuk kebutuhan hewan, mulai dari tempat tinggalnya, makanan, dan kesehatannya.
Khilafah atau pemerintah saat itu sangat terbantu anggarannya, karena berbagai layanan masyarakat yang seharusnya dibiayai oleh pemerintah, telah disediakan oleh wakaf.
Perkembangan wakaf saat itu amat signifikan. Pengelolaannya pun amat produktif. Wakaf sebagai instrumen ekonomi menjadi modal untuk melakukan berbagai kegiatan usaha, dan hasilnya disalurkan untuk berbagai keperluan masyarakat.
Hal itu terjadi karena adanya kesadaran yang kuat dari para pemimpin, orang-orang kaya, para ulama, dan masyarakat untuk mewakafkan harta produktif yang dimiliki. Itu adalah bentuk partisipasi dan dukungan bagi kemajuan wakaf.
Kesuksesan gerakan wakaf produktif pada masa lalu, menginsiprasi dan memotivasi pemerintah, lembaga-lembaga wakaf, dan para pakar ekonomi Islam saat ini. Muncullah ajakan atau seruan untuk kembali melakukan gerakan wakaf produktif, seperti optimalisasi dan revitalisasi aset wakaf.
Memang, pada masa negara-negara Islam dijajah oleh Barat, wakaf dipersempit hanya untuk sosial keagamaan. Itupun pelaksanaannya harus izin. Sementara wakaf untuk tujuan ekonomi tidak berkembang. Akibatnya, wakaf tidak lagi menjadi instrumen penting bagi pembangunan sebagaimana pada masa kejayaan peradaban Islam.
Perusahaan
Dari berbagai bentuk implementasi wakaf produktif masa kini, yang menarik adalah perusahaan wakaf. Badan ini didirikan atau berfungsi sebagai nazhir untuk mengelola aset wakaf seperti saham wakaf, uang wakaf, properti wakaf, dan aset wakaf produktif lainnya.
Menurut Abdullaah Jalil dan Asharaf Mohd Ramli, perusahaan wakaf adalah pembentukan dan pengelolan aset wakaf serta penyaluran hasil pengelolaan wakaf dilakukan oleh entitas perusahaan secara independen atau kolektif dengan pihak lain.
Pengelolaan aset wakaf oleh perusahaan wakaf, menurut Murad Cizakca, adalah yang paling canggih dalam praktik keuangan Islam saat ini. Wakaf dengan krakteristiknya yang abadi serta manfaatnya yang berkelanjutan, dikelola dengan menajemen modern dalam bentuk perusahaan.
Tujuannya agar menghasilkan laba atau keuntugan dengan tetap menjaga keabadian wakaf.
Dengan demikian, masyarakat akan terus menerima manfaat wakaf yang diperoleh dari keuntungan pengelolaan wakaf. Pengelolaannya secara modern melalui berbagai kegiatan bisnis atau investasi yang dilakukan oleh perusahaan wakaf.
Pengelolaan wakaf dengan manajemen yang modern, memang tepat dilakukan oleh perusahaan wakaf. Sebagaimana perusahaan pada umumnya, agar bisnisnya memberikan keuntungan dan tidak terjadi kerugian, maka akan disusun langkah-langkah yang strategis dengan menerapkan manajemen yang baik. Termasuk di antaranya memperhatikan risiko bisnis atau investasi melalui mitigasi risiko.
Hanya saja, pengelolaannya perlu dikombinasi. Yakni mengkombinasi antara kegiatan perusahaan yang berorientasi bisnis, dengan kegiatan wakaf yang bertujuan menghasilkan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kepentingan umat.*
Wakil Sekretaris Badan Wakaf Indonesia
Artikel wakaf bisa diklik di sini