Hidayatullah.com– Blogger Mesir Alaa Abdel-Fattah, yang menjadi terkenal selama revolusi 2011, telah diberikan status kewarganegaraan Inggris, kata keluarganya, Senin. Dengan status tersebut diharapkan aktivis pro-demokrasi itu segera dibebaskan dari dalam penjara.
Abdel-Fattah dijebloskan ke dalam penjara sejak tiga setengah tahun lalu. Dia mulai melakukan mogok makan pada awal bulan suci Ramadhan untuk memprotes kondisi di mana dia ditahan.
“Selama dua setengah tahun, dia ditahan di sel tanpa sinar matahari, tanpa buku, tanpa olahraga. Kunjungannya dibatasi hanya satu anggota keluarga, selama 20 menit dalam sebulan, melalui kaca, tanpa momen privasi atau kontak,” kata saudara perempuannya dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Senin (12/4/2022), seperti dilansir DW.
Kurun 10 tahun terakhir sebagian besar waktu Abdel-Fattah dilaluinya di penjara. Dia juga pernah ditangkap pada masa pemerintahan Presiden Hosni Mubarak – yang digulingkan dalam revolusi 2011 – dan Mohammed Morsi, yang sempat sebentar menjabat sebagai presiden sebelum dia digulingkan pada 2013.
Pada bulan Desember 2021, aktivis itu dijatuhi hukuman lima tahun penjara setelah pengadilan memvonisnya bersalah menyebarkan berita palsu. Dakwaan terpisah menuduh pria berusia 40 tahun itu menyalahgunakan media sosial dan menjadi anggota kelompok teroris.
Keluarganya dan pengacaranya di Mesir mengatakan pada tahun 2021 bahwa Abdel-Fattah telah disiksa di dalam penjara Tora di Kairo.
“Ini adalah warga negara Inggris yang ditahan secara tidak sah, dalam kondisi yang mengerikan, hanya karena menggunakan hak asasinya untuk berekspresi dan berserikat secara damai,” kata Daniel Furner, salah satu pengacara keluarganya kepada AP.
Abdel-Fattah memperoleh kewarganegaraan Inggris melalui ibunya, Laila Soueif, yang dilahirkan di London. Ibunya merupakan seorang profesor matematika di Universitas Kairo.
Saudara-saudara perempuannya, Mona dan Sana’a, juga memperoleh kewarganegaraan Inggris. Mereka mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa saudara laki-laki mereka itu telah meminta untuk berbicara dengan pengacara keluarga di Inggris “sehingga mereka dapat mengambil semua tindakan hukum yang mungkin tidak hanya mengenai pelanggaran yang dialaminya, tetapi juga semua kejahatan terhadap kemanusiaan yang dia saksikan selama di penjara.”
Pemerintah Mesir di bawah Presiden Abdel Fattah el-Sissi telah membebaskan beberapa tahanan politik pemilik status kewarganegaraan ganda dalam beberapa tahun terakhir, setelah mereka setuju untuk melepaskan kewarganegaraan Mesir.
Kelompok-kelompok peduli hak asasi mengatakan sekitar 60.000 tahanan politik masih mendekam di berbagai penjara di Mesir.*