Hidayatullah.com– Junta Myanmar Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional secara bulat menyetujui keputusan perpanjangan status darurat di negara itu hingga Februari 2023.
Junta pertama kali menyatakan negara dalam keadaan darurat setelah mengambilalih kekuasaan lewat kudeta 1 Februari 2021 dari tangan partai pemenang pemilu pimpinan Aung San Suu Kyi.
Pemimpin junta Min Aung Hlaing meminta pemerintah militer untuk mengizinkannya bertugas 6 bulan lebih lama, menurut laporan koran pemerintah Global New Light of Myanmar seperti dilansir DW Senin (1/8/2022).
Sejak kudeta telah terjadi tindakan keras terhadap perbedaan pendapat dan kebebasan pers. Pada hari Sabtu, seorang jurnalis video Jepang ditahan oleh pasukan keamanan di Myanmar saat meliput protes menentang kekuasaan militer di Yangon, menurut para aktivis pro-demokrasi.
Pemerintah Jepang pada hari Senin mengkonfirmasi bahwa salah satu warganya telah ditangkap di Myanmar. Tokyo menyerukan pembebasannya.
Pekan lalu, junta militer mengeksekusi empat disiden yang dinyatakan bersalah atas tuduhan terorisme pada Januari. Di antara mereka adalah mantan anggota parlemen Phyo Zeya Thaw dan aktivis demokrasi Kyaw Min Yu.
Menurut kelompok peduli HAM Assistance Association for Political Prisoners sedikitnya 1.900 orang tewas dan lebih dari 14.000 ditangkap sejak kudeta.
Pertemuan para menteri luar negeri negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dijadwalkan akan berlangsung pada pekan ini.
Malaysia sebagai ketua akan berusaha mendorong organisasi itu memberikan teguran yang lebih keras terhadap Myanmar. ASEAN mengecam eksekusi pekan lalu.
Junta menolak mengirim perwakilannya ke pertemuan itu.*