Hidayatullah.com—Penguasa sementara Mesir menunjuk Hazem el-Bablawi sebagai perdana menteri. Ini bukan pertama kalinya Beblawi ditunjuk menjadi pejabat oleh militer.
Tidak lama setelah angkatan bersenjata Mesir memaksa turun Husni Mubarak pada awal 2011, Beblawi dipasang sebagai menteri keuangan oleh penguasa militer ketika itu.
Sekarang setelah militer menjungkirbalikkan kekuasaan Presiden Mursy pada 3 Juli 2013, penguasa militer kembali memberikan jabatan kepada Beblawi, tetapi kali ini lebih tinggi yaitu sebagai perdana menteri.
Seperti halnya pemimpin militer Mesir Jenderal Abdul Fattah al-Sisi yang pernah mendapatkan beasiswa pendidikan tinggi dari pemerintah Prancis, Beblawi pernah pula mengenyam pendidikan tinggi di negeri mode tersebut. Beblawi dikenal sebagai pakar ekonomi dan akademisi.
Beblawi sangat dikenal dengan pandangan ekonomi liberalnya. Dia adalah penganut setia ekonomi liberal dan penganjur perdagangan bebas di Mesir.
Dilansir Wall Street Journal, berdasarkan biodata yang ditampilkan dalam situs Kementerian Keuangan Mesir, Beblawi pernah mengajar ekonomi di berbagai universitas di Mesir, Prancis, Kuwait dan di Universitas Southern California di Los Angeles pada tahun 1979. Setelah meraih gelar doktor dari Universitas Paris, Prancis tahun 1964 Beblawi mengajar ekonomi di Universitas Alexandria, Mesir selama 15 tahun.
Lima belas tahun berikutnya Beblawi menjalani karir di beberapa bank pembangunan di Timur Tengah dan bekerja di sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa dari tahun 1995-2005.
Dia ditunjuk sebagai menteri keuangan tahun 2011 oleh penguasa militer, setelah sebelumnya menjadi penasehat di Arab Monetary Fund. Selama beberapa bulan menjabat menteri keuangan, Beblawi memimpin Mesir dalam negosiasi hutang baru sebesar USD4,8 milyar dengan International Monetary Fund.
Oktober 2011 Beblawi mengundurkan diri sebagai menteri keuangan, sebagai bentuk protes karena aparat Mesir menggunakan kekerasan dalam menghadapi demonstran Kristen Koptik yang mengakibatkan 26 orang warga Kristen Koptik tewas.
Namun, meskipun sedikitnya 51 orang warga Muslim Mesir ditembak mati aparat keamanan Mesir menyusul kudeta militer atas Presiden Muhammad Mursy, hal itu tidak membuat pria Muslim berusia 77 tahun ini menolak jabatan sebagai perdana menteri pada Selasa 9 Juli kemarin.*