Hidayatullah.com–Organisasi ksehatan dunia WHO mengatakan hari Jum’at (12/8) bahwa penyakit kolera menyebar di Somalia, terutama di kalangan warga yang mengungsi ke Mogadishu karena kekurangan makanan dan minuman.
Infeksi usus seringkali berkaitan dengan air minum yang terkontaminasi, yag menyebabkan diare dan muntah-muntah yang parah. Anak-anak kecil, terutama yang mengalami dehidrasi, merupakan kelompok yang paling rentan mengalami kematian.
Sepanjang tahun ini di Rumah Sakir Banadir di Mogadishu saja tercatat 4.272 kasus diare. Pasien kebanyakan anak-anak di bawah usia lima tahun, dengan korban meninggal dunia 181 orang.
“Jumlah kasus yang ada (sekarang) bahkan lebih tinggi dua sampai tiga kali dibanding tahun kemarin,” kata dokter Michel Yao dari WHO.
“Jadi bisa dikatakan, kita menghadapi epidemi kolera,” imbuhnya.
WHO mencatat kasus kolera telah terjadi di beberapa daerah. Dan menurut Yao, pergerakan massa memperparah penyebaran penyakit itu.
Diperkirakan dalam dua bulan terakhir 100.000 warga Somalia meninggalkan wilayah selatan menuju ibukota Mogadishu, karena kekurangan makanan dan minuman serta konflik bersenjata.
Menurut Adrian Edward dari UNHCR, mereka menyusul 370.000 orang yang lebih dahulu mengungsi. Sementara 1.500 orang lainnya pergi menuju negara tetangga Kenya, tempat di mana terdapat 440.000 pengungsi memenuhi tenda pengungsian di Dadaab.
Tdak kurang dari 12,4 juta orang di Tanduk Afrika — Somalia, Kenya, Ethiopia dan Djibouti — mengalami bencana kekeringan yang paling parah selama beberapa puluh tahun terakhir. Menurut PBB puluhan ribu orang telah meninggal dunia akibat bencana itu.
Dua juta anak menderita gizi buruk dan 500.000 orang di antaranya akan menemui ajal jika tidak segera mendapat pertolongan dalam sepekan ini, kata UNICEF mengingatkan.
“Kita dapat menyelamatkan banyak nyawa jika bertindak sekarang,” kata jurubicara UNICEF Marixie Mercado.
Sayangnya, menurut jurubicara lembaga koordinasi bantuan kemanusiaan PBB (OCAH) dari USD 2,4 juta dana bantuan yang diajukan untuk wilayah Tanduk Afrika, hanya separuhnya yang direalisasikan.*