Hidayatullah.com—Salah satu pusat penampungan pengungsi terbesar di Italia dikendalikan oleh kelompok mafia selama lebih dari sepuluh tahun, kata pihak kepolisian.
Polisi mengatakan klan Arena menghasilkan uang dengan mengelola penampungan pengungsi/migran Isola di Capo Rizzuto, selatan Italia, dan menyedot dana dari pemerintah.
Klan itu diduga kuat bersembunyi di balik sebuah organisasi amal Katolik yang tercatat secara resmi menjadi pengelola tempat itu.
Klaim tersebut mengemuka hari Senin (15/5/2017), ketika petugas menangkap 68 orang, termasuk seorang pendeta setempat.
Salah satu yang ditangkap itu adalah Leonardo Sacco, ketua asosiasi Katolik Misericordia yang seharusnya menjadi pengelola pusat penampungan migran Sant’Anna Cara. Tempat itu menampung 1.500 orang saat itu, lapor BBC.
Klan Arena, bagian dari sindikat mafia terbesar Italia ‘Ndrangheta, diduga telah mengambil lebih dari sepertiga dana 100 juta euro yang dianggarkan untuk mengelola tempat itu selama 10 tahun terakhir.
Pendeta tersebut, bernama Edoardo Scordio, tahun ini sudah menerima dana 132.000 euro untuk “pelayanan spiritual”, kata seorang asisten kejaksaan.
Kepolisian Catanzaro, sebuah kota di daerah Calabria, mengatakan lebih dari 500 agen terlibat dalam operasi penangkapan para tersangka itu “yang dituduh berkaitan dengan mafia, melakukan pemerasaan, membawa senjata ilegal, penipuan, penggelapan untuk merugikan negara, dan pencurian.”
Penangkapan itu dilakukan dua tahun setelah majalah L’Espresso mempublikasikan laporan investigasinya, yang menuding dana milik negara dicuri oleh pengelola penanampungan pengungsi/migran dan para manager di sana mengeruk uang dengan cara tidak memberikan makan para pengungsi/migran yang tinggal di tempat itu.
Setahun kemudian, L’Espresso melaporkan bahwa jumlah migran yang tinggal di sana jauh melebihi kapasitas tampung, sementara pada 2013 hasil inspeksi kesehatan mendapati para pencari suaka itu diberi makan dalam porsi sedikit dengan makanan yang sudah kadaluarsa.
Polisi meyakini klan Arena, melalui Sacco, memberikan kontrak, termasuk untuk pengadaan makanan (katering), kepada anggota sindikat ‘Ndrangheta lainnya, serta mendirikan perserikatannya sendiri.
Menurut Rosy Bindi, ketua komisi anti mafia di parlemen, pusat-pusat penampungan pengungsi/migran “secara efektif telah diubah menjadi mesin-mesin pencetak uang organisasi-organisasi kriminal.”
“Operasi ini menunjukkan kemampuan mafia untuk mengambil keuntungan dari orang yang lemah dan rentan di masa kita seperti predator dan parasit,” ujarnya.*